Kota Madinah tidak hanya terkenal sejak sejak dahulu sebagai kota yang memiliki khazanah keilmuan Islam saja. Namun juga menjadi kota yang masyhur disinggahi oleh para saudagar dari beberapa wilayah. Di kala kota Madinah masih berada di genggaman Bani Umayyah, saat itu ada seorang penyair yang melepas jubah besar penyairnya dan menempuh jalan menjadi sufi. Ia adalah Abu Miskin al-Darimi, seorang penyair yang dikenal indah syairnya sampai-sampai ia dijuluki Miskin karena syairnya sendiri, yang berbunyi:
أنا مسكين لمن أنكرني ولمن يعرفني جد نطق
لا أبيع الناس عرضي إتني لو أبيع العرض مني لنفق
Aku bukan siapa-siapa terhadap orang yang tidak mengenalku
Dan orang yang mengenaliku, tidak akan mengabaikanku
Aku tidak akan pernah menjual kehormatanku
Dan sungguh jika seandainya aku menjualnya maka aku adalah orang yang munafik
Keluhan Saudara Cantik dari Iraq
Ketika itu datanglah seorang saudagar perempuan yang cantik jelita dari Iraq ke kota Madinah untuk berdagang khimar (خمار) atau kerudung beraneka warna di sana. Namun anehnya ia merasa tidak mendapatkan untung atau bahkan kemajuan dalam dagangannya. Padahal semua kerudung yang ia jual selalu laku habis, terkecuali warna hitam. Jangankan untuk dibeli, dilirik saja tidak. Karena pada saat itu, warna hitam bukanlah warna yang tepat untuk digunakan sebagai kerudung.
Hal ini tentu membuat saudagar cantik itu mengeluh, bahkan ia sempat bersedih mengapa semua kerudungnya laku terjual terkecuali warna hitam, ia bimbang dan gelisah, bagaimana mungkin ia bisa pulang ke Iraq jika modal dagangannya saja belum kembali. Sampai suatu ketika para pedagang lain di kota Madinah itu iba dengan kondisi yang dialami saudagar cantik ini, sambil memberi saran padanya untuk datang menghampiri Abu Miskin al-Darimi
Mengikuti saran dari para pedagang yang lain saudagar cantik itu pun pergi menghampiri Abu Miskin al-Darimi yang sedang berdiam diri di masjid untuk mengatasi masalah yang dimilikinya. Saudagar cantik itu mengadukan semua permasalahannya kepada Abu Miskin al-Darimi dan meminta bantuannya untuk mengatasi semua masalahnya tersebut. Dengan penuh harap saudagar cantik itu memohon kepada Abu Miskin al-Darimi agar ia mau membantunya, sampai-sampai Abu Miskin al-Darimi mengatakan :
“Ada satu cara yang bisa dilakukan, yaitu dengan Syair. Namun tidak mungkin aku lakukan. Karena, kini aku berhenti mengubah syair. Aku sudah mantap untuk menempuh jalan Sufi.”
Saudagar cantik itupun berkata:
“Mohon tolonglah aku. Aku adalah orang asing. Aku tidak memiliki sanak saudara di sini yang bisa membantuku. Kau satu-satunya harapanku,“ begitu pintanya pada Abu Miskin Ad-Darimi.
Baca Juga Artikel lainnya: Doa Hasan Al-Basri yang Melunakkan Hati Hajjaj bin Yusuf
Kembalinya Penyair Abu Miskin Al-Darimi
Dengan kondisi memohon seperti itu Abu Miskin al-Darimi merasa tidak tega. Ia pun bergegas pulang ke rumahnya dan menggunakan kembali pakaian penyairnya sebagai bukti bahwa ia telah kembali lagi menjadi penyair dan meninggalkan pakaian sufi yang ia pilih demi menolong saudagar cantik itu. Di tengah khalayak ramai Abu Miskin Ad-Darimi pun melantunkan Syair :
قل للمليحة في الخمار الأسود ماذا فعلت بناسك متعبد
قد كان شمر للصلاة ثيابه لما وقفت له بباب المسجد
فسلبت منه دينه ويقينه وتركته في حيرة لا يهتدي
ردي عليه صلاته وصيامه لا تقتليه بحق دين محمد
Duhai manusia, tolong sampaikan pada perempuan cantik berkerudung hitam,
Apa yang telah engkau perbuat pada hamba yang memilih kezuhudan ini?
Dulu, ia selalu bersiap shalat, bersimpuh menghadap Tuhan
Kini, bahkan ia berdua bersamamu di pintu rumah Tuhan
Kau renggut darinya agama dan keyakinan
Kau tinggalkan dia dalam kebingungan tanpa tuntunan
Telah tertolak segala ibadah yang dia lakukan; puasa dan salat
Maka janganlah kau bunuh dia, demi kebenaran agama Muhammad
Setelah melantukan 4 bait syair tersebut, kemudian seisi Madinah gempar dan terheran-heran dengan apa yang telah terjadi? Bagaimana mungkin dan bagaimana bisa, seorang Abu Miskin Al-Darimi yang telah kokoh untuk berkomitmen memilih jalan kezuhudan untuk menggapai cintanya Allah, malah justru memilih untuk mendapatkan cinta seorang manusia? Secantik apa perempuan itu? Seindah apa perempuan itu? Seelok apa perempuan itu? Sampai memikat hati seorang sufi? Bukankah ia telah memilih untuk mengharap cinta tuhannya daripada cinta mahluknya?
Baca Juga Artikel lainnya: Berpikir Kritis ala Ibnu al-Haitham
Kerudung Hitam, Simbol Kecantikan
Dengan syair itu pula orang-orang di kala itu beranggapan bahwa betapa cantiknya perempuan yang ditemui Abu Miskin Ad-Darimi. Sehingga akhirnya lahirlah anggapan atau persepsi bahwa perempuan yang menggunakan kerudung hitam, dapat memikat hati siapa pun, bahkan seorang sufi sekalipun.
Pada saat itulah kerudung hitam menjadi popular untuk digunakan karena melambangkan simbol kecantikan. Banyak istri meminta kerudung hitam pada suaminya. Pun seorang gadis meminta kerudung hitam sebagai hadiah dari ayahnya. Bahkan mempelai wanita menjadikan syarat kerudung hitam bagi para laki-laki yang hendak menikahinya. Sejak saat itu pula warna hitam bukanlah warna yang aneh ataupun asing sebagai simbol keindahan dan kecantikan hingga detik ini.
Jika ditarik dari kisah di atas menuju zaman Layla Majnun, lantas apa jadinya jika Qais Majnun melihat Layla menggunakan kerudung hitam? Mungkin bukan hanya Qais Majnun yang akan mencintai Layla, tapi semua orang akan ikut mencintai Layla, hingga munculah syair yang berbunyi :
وكل يدعي وصلا بليلى وليلى لا تقر لهم بذاك
Semua orang mengaku-ngaku mendapatkan cinta nya Layla
Namun Layla menolak semua pengakuan mereka.
Baca Juga Artikel lainnya: Malam Tanpa Rembulan
Oleh: Fahmi Rizki Ardhani
Penulis adalah Kontributor Event Dwara Aksara Manggala KPMJB dan Mahasiswa Jurusan Syari’ah Islamiyah Universitas Al-Azhar Kairo