Sebagai tetangganya rakyat Palestina yang hingga kini masih menderita dengan siksaan Israel laknat nan durjana, Mesir kini menjadi salah satu negara yang paling disorot oleh mata dunia. Bukan tanpa alasan, sebab Mesir adalah satu-satunya negara yang jalur daratnya berbatasan langsung dengan kamp pengungsian Rafah yang kini menjadi saksi bisu pembantaian massal ribuan manusia yang tidak bersalah.
Karenanya, langkah politik dan strategis Mesir sangatlah dinanti, khususnya bagi banyak masyarakat muslim di berbagai belahan dunia. Namun yaa bisa dikatakan, hingga kini Mesir cenderung mengambil langkah aman dan tidak terlalu banyak mengambil tindakan berani dalam membantu urusan kaum muslim di Palestina sana.
Membantu akses pengiriman bantuan, donasi dengan berbagai bentuknya, dan pernyataan mengutuk serangan Israel sajalah yang mungkin baru terlihat secara zahir mengenai langkah apa yang telah pemerintah Mesir buat. Bahkan, untuk membuka pintu perbatasan saja, masih enggan dengan berbagai alasannya. Ada banyak faktor memang yang melandasi keputusan-keputusan tersebut.
Padahal… tahukah angtum, bahwa sebenarnya Mesir dan Israel itu dulu sempat bersitegang hingga berperang? Iya, bahkan tidak hanya sekali! Melainkan ada empat perang besar yang melibatkan Mesir dan juga Israel. Perang apa sajakah itu? Kuy simak penjelasannya di bawah ini!
1. Perang Arab-Israel 1948
Yang pertama, sesuai dengan namanya, pertumpahan darah yang terjadi antara Mesir dan Israel ini sebenarnya bukan peperangan antara negeri piramida melawan negara Yahudi secara khusus. Melainkan antara bangsa Arab secara umum menghadapi bangsa yang kelakuannya kadang bikin playing victim tersebut.
Eh, tapi kok bisa sih bangsa Arab kala itu secara keroyokan bertempur melawan Yahudi? Jadi gini ges… Salah satu faktor utama terjadinya perang yang berlangsung kurang lebih selama 10 bulan ini adalah adanya kemerdekaan Israel pada 14 Mei 1948 yang diumumkan oleh David Ben-Gurion atas restu PBB melalui sebuah keputusan bernama Resolusi 181.
Dalam resolusi tersebut, disebutkan bahwasanya wilayah Palestina akan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
- Negara Yahudi: Meliputi sekitar 55% dari wilayah tersebut, termasuk sebagian besar daerah pertanian yang subur. (Padahal penduduk Yahudi hanya 30% kala itu).
- Negara Arab: Meliputi sekitar 45% dari wilayah tersebut.
- Kota Yerusalem: Akan ditempatkan di bawah pengawasan internasional sebagai corpus separatum (badan terpisah) yang dikelola oleh PBB, karena signifikansi religiusnya bagi Yahudi, Kristen, dan Muslim.
Nah, dari sinilah akhirnya pada 15 Mei 1948, negara-negara Arab bergerak untuk melawan ketidakadilan yang mereka dapatkan. Selain memang masih banyak lagi sebenarnya faktor-faktor yang membuat bangsa Arab ingin berperang untuk menumpas Israel. Adalah Mesir, Yordania, Irak, Suriah, dan Lebanon yang turut andil dalam peperangan yang kemudian hari juga dikenal dengan peristiwa Nakba bagi masyarakat Palestina.
Singkat cerita, peperangan yang melibatkan sekitar 45.000-55.000 gabungan bangsa Arab melawan sekitar 110.000 pasukan gabungan Israel dengan Yahudi yang terdapat di beberapa negara Eropa dan Amerika ini berhasil dimenangkan Israel. Dengan kemenangan ini, Israel berhasil memperluas wilayahnya menjadi 78%, di luar batas awal yang ditetapkan dalam Resolusi 181.
2. Suez Crisis 1956
Berikutnya ada Suez Crisis yang dikenal juga sebagai Perang Sinai atau Krisis Suez. Sesuai dengan namanya, perang ini terjadi di daerah Suez, tepatnya Provinsi Sinai yang merupakan bagian ujung Timur Laut Mesir.
Secara umum, peristiwa berdarah yang dimulai dari adanya pengumuman Nasionalisasi Terusan Suez oleh Presiden Gamal Abdul Nasser pada bulan Juli 1956 ini melibatkan invasi Mesir oleh Israel, yang diikuti oleh Inggris dan Prancis. Perlu diketahui, Terusan Suez di masa itu adalah jalur vital bagi perdagangan internasional, terutama bagi transportasi minyak dari Timur Tengah ke Eropa. Karena itu tidak heran jika Inggris dan Prancis sangat khawatir terhadap kontrol Nasser atas terusan ini karena kepentingan ekonomi dan strategis mereka dapat terganggu.
Mengenai jumlah tentara yang terlibat pada peristiwa yang berlangsung sejak Juli-Desember 1956 ini bisa dibilang tidak berimbang. Kala itu, Israel menerjunkan setidaknya 40.000 personilnya, Inggris sebanyak 45.000, dan Prancis berjumlah 34.000. Sehingga, total jumlah pasukan tiga negara penjajah tersebut adalah sekitar 119.000 tentara. Adapun dari pihak Mesir hanya mengerahkan sekitar 70.000 tentara saja.
Singkat cerita, pasukan Israel, Inggris, dan Prancis pun secara militer berhasil mencapai tujuan utama mereka. Israel menduduki Semenanjung Sinai, dan pasukan Inggris-Perancis menguasai Terusan Suez. Namun, tekanan internasional dari Amerika Serikat, Uni Soviet, dan PBB memaksa ketiga negara tersebut untuk mundur. Hal ini diperkuat juga dengan adanya Resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata dan penarikan pasukan asing dari wilayah Mesir.
3. Six Day War 1967
Sesuai dengan namanya, pertumpahan darah yang terjadi di wilayah Sinai dan beberapa daerah sekitarnya ini hanya berlangsung secara singkat, alias hanya enam hari saja, tepatnya pada 5-10 Juni 1967. Namun meskipun begitu, hasil dari peristiwa ini sangatlah dahsyat hingga dapat mengubah percaturan geopolitik Timur Tengah kala itu.
Oh ya, penyebab dari meletusnya pertempuran ini bisa dikatakan cukup kompleks. Namun salah satunya adalah meningkatnya ketegangan antara Israel dan negara-negara Arab, terutama dengan Mesir, yang memblokade Selat Tiran bagi kapal-kapal Israel dan menempatkan pasukannya di Semenanjung Sinai.
Pada peperangan kali ini, 100.000 pasukan Mesir bersama puluhan ribu pasukan gabungan Yordania, Suriah serta Irak, dengan mendapat bantuan aktif dari negara-negara Arab lainnya seperti Kuwait, Arab Saudi, Aljazair, dan Sudan menghadapi pasukan Israel yang berjumlah sekitar 240.000 serdadu.
Genderang perang dimulai pada 5 Juni ketika Israel melancarkan serangan udara mendadak yang memporak porandakan sebagian besar kekuatan udara Mesir, Suriah, Yordania, dan Irak dalam waktu beberapa jam. Bisa dibilang, serangan pertama ini memberikan Israel keunggulan awal yang signifikan.
Singkat kata, perang pun berakhir dengan menghasilkan Israel sebagai pemenangnya. Dengan hasil ini, Israel berhasil mencaplok Tepi Barat, Jalur Gaza, Yerusalem Timur, Dataran Tinggi Golan di Suriah, dan Semanjung Sinai.
Selain itu, pasca pertempuran, setengah juta orang Arab melarikan diri dan diusir dari wilayah taklukan lewat operasi pembersihan lahan. Dampak lain dari hasil pertempuran berdarah ini adalah terusirnya 330 ribu warga Palestina, meredupnya kepemimpinan Gamal Abdul Nasser, dan melemahnya kepercayaan terhadap pemerintah Arab.
4. Perang Yom Kippur 1973
Terakhir, ada Perang Yom Kippur yang menjadi konfrontasi berdarah pamungkas antara Israel dan Mesir, setidaknya sampai detik ini kita bernafas.
Latar belakang dari peperangan yang terjadi di bulan Suci Ramadhan ini salah satunya adalah karena kegagalan negosiasi damai dan upaya untuk mendapatkan dukungan internasional untuk mengembalikan wilayah yang diduduki oleh Israel pada perang 1967. Sebagaimana yang sudah disebutkan di chapter sebelumnya, Israel berhasil merebut Semenanjung Sinai dari Mesir dan Dataran Golan dari Suriah pada perang yang terjadi enam tahun silam.
Akhirnya perang pun kembali pecah. Jumlah personil di kedua belah pihak pun semakin bertambah. Israel setidaknya mengerahkan sekitar 400.000 tentara, termasuk pasukan cadangan, yang terlibat dalam pertempuran. Sedangkan Mesir, Suriah, serta bantuan dari beberapa negara Arab lainnya menghimpun setidaknya sekitar 1.000.000 juta personil yang siap berperang di medan laga.
Pada awal laga yang dimulai 6 Oktober ini, koalisi Mesir-Suriah mampu menghabiskan persediaan cadangan amunisi Israel dan membuat mereka hampir menderita kekalahan telak. Namun semua itu berubah, ketika Paman Sam join ikut war.
Dengan bantuan Uwak Sam, Israel berhasil membalikkan keadaan dengan melumpuhkan sebagian pertahanan udara Mesir. Sehingga pada akhirnya pasukan Yahudi yang dipimpin oleh Jenderal Ariel Sharon yang di kemudian hari mati mengenaskan berhasil mengepung Angkatan Darat Ketiga Mesir. Di sisi lain, serdadu Israel yang sudah semakin kuat juga mampu memukul mundur Suriah dan maju ke tepi dataran tinggi Golan. Israel pun akhirnya kembali keluar menjadi pemenang.
Ada banyak dampak yang dihasilkan dari berakhirnya perang ini. Baik itu dampak politik, militer, ekonomi, hingga sosial dan psikologis. Namun salah satu dampak utama yang diakibatkan dari peristiwa Yom Kippur adalah adanya Perjanjian Camp David pada 1978 antara Israel dan Mesir yang merupakan titik balik hubungan kedua negara tersebut hingga saat ini.
Mungkinkah Bakal Ada yang Kelima?
Dengan melihat bahwasanya antara Mesir dan Israel saat dulu bermusuhan hingga menyebabkan peperangan, timbul sebuah pertanyaan, “Mungkinkah di masa sekarang, khusunya di peristiwa pembantaian Palestina yang kini semakin menggila akan membuat Mesir tergerak hatinya hingga kembali membusungkan dadanya serta menyiapkan pelurunya untuk menghadapi Israel?”
Hmmm… tentu ini sebuah pertanyaan agak berat seberat pertanyaan setelah “Lc mau kemana” yang butuh terhadap analisa yang mendalam dari berbagai sudut pandang, pemaparan berdasarkan fakta-fakta terkini, serta memperhatikan situasi geopolitik Mesir dan negara-negara tetangganya.
Karena itu, di sini penulis tidak akan langsung menjawabnya dan akan mencoba untuk membedahnya di tulisan part berikutnya. See you gais!
Penulis: Rifqi Taqiyuddin