Puisi  

5 Besar Puisi Terbaik Lomba Cipta Puisi Manggala 2024

Lomba Cipta Puisi Manggala
Dok. Manggala

Kelana

Kidung serayu mengalun pilu

Menjelma eufoni orkestra sendu

Atma yang lama terbelenggu sembilu

Berdialog lirih mencoba mengadu

Wahai alam semesta,

Bolehkah aku bercerita?

Tentang renjana yang enggan berkata

Berpilin menjalin rangkaian derita

Wahai halimun pagi,

Bolehkah aku berbagi?

Beberapa potong luka yang tak kunjung pergi

Biarlah ia mengudara menjelma elegi

Wahai hamparan bentala,

Bolehkah aku menggembala?

Kumpulan kenangan yang berlarian dekat kuala

Agar tak lekang dimakan lupa dalam jemala

Aku mendusin di tanah entah-berentah

Terpaut jauh diseberang kampung pitarah

Meneroka lelah untuk sebuah anugerah

Merapah gelisah agar asa tak lagi patah

Bumi tempatku singgah memang terlampau indah

Namun tak senyaman selasar depan rumah

Langit tempatku bernaung memang elok tak terperi

Namun tak seteduh atap negeri sendiri

Syahdan,

Kemana pun ragamu mengarah

Sejauh apapun kakimu melangkah

Tujuan terakhir akan selalu rumah

Oleh: Sabiq Dzamar

Penulis adalah Juara 2 Lomba Cipta Puisi Milangkala KPMJB ke-47

 

Selamat Purna Singgah

Sebelum membacanya, kusarankan segelas faronsawy,

Atau syai bi na’na kesukaanmu

Kedua, hirup nafasmu dalam-dalam,

Jebak seluruh aroma Kairo sampai dalam kalbumu, seakan

Tak ada lagi yang tertinggal
/

Jatuh tempo, tenggat

Yang kau kira akan selama

Menghitung pasir di Sahara,

Nyatanya, hanya sekelebat cahaya

Jatuh tempo, tempat

Sekeras apapun usahamu menolak, jalanan

Yang pernah kau lewati pun

Menolak untuk tak abadi dalam kenangan

Jatuh tempo, tetap

Bangunan persegi coklat pucat, parade klakson,

Atau mungkin bau pesing sepanjang koridor

Memberatkan langkahmu menuju pulang

//

Sesap, demi sesap

Kenangan, demi kenangan

Pertanyaan, demi pertanyaan

Penyesalan, demi penyesalan

Jawaban,

Seiring purnama

Sesap, demi sesap

Merah, menuju jingga,

Kuning dan hijau menjadi

Biru, nila dan ungu menutup

Perjalanan,

Mengiring tumbuh nama
///

Sesap, demi sesap

Jatuh tempo, purna

Singgah

Pun gelas kotor dicuci, ingatannya

Menetap –selamat

Kairo, 17 November 2024

23.10

Oleh: Atina Husna

Penulis adalah Juara 3 Lomba Cipta Puisi Milangkala KPMJB ke-47

Perihal Singgah

Diujung terbenamnya sang surya ,

senja menampakan indahnya.

Dalam bayangan awan merah jingga.

Ia singgah sementara,langitlah yang setia tetap ada.

Kala kicauan bahagia merayu,

jiwapun merontokan resah pilu,

mula segar menjadi layu ,

gugur terbang bak kupu kupu.

Rasa nya mulai tersipu malu,

nyaman saat kau bukakan pintu ,

bukan sekedar masuk tuk dijamu ,

ruang istimewa tanda senyuman mu.

Tuan pun ikut menyiram tunas itu,

Dibalik pertanda mundur atau maju,

Hingga tumbuh bunganya tatap matamu,

puan anggap lalat padahal lebah madu.

Waktu seakan cepat berlalu,

bunga di rumah mulai layu,

lebah pejuang terusir tak menau ,

Hampir Mati jatuh terinjak akan harapan semu.

akhirnya Lebah lugu bangkit kembali,

suratan makna telah mengobati,

dia mengerti rumah itu hanya untuk di singgahi,

bukan untuk ia dimiliki.

janji tak akan ku hinggapi lagi

Kan kucari tempat dimana dihargai

Rumah mewah tak ada arti

Lebih baik gubuk tapi mekar mengasihi

Pohon menasehati Singgahlah sebentar disini,

Untuk mengusir resah diri,

Besok harus kau persiapkan lagi,

Perjalanan mu masih jauh tuk dilalui.

Tancapan pedangmu itu tepat menusuku,

Tersayat aku hampir terbunuh kaku,

Tapi untungnya tuhan selalu membantu,

Tentang rumah sekedar singgah itu.

Alam semesta tidak selamanya bertahan,

Semua hanya dalam persinggahan,

Rumah mana lagi yang akan kutuliskan,

Mungkin angan angan atau garisan Tuhan,

Entah seindah apa tempat disana

Yang jelas aku tak tahu harus kemana

Tapi Sambil ku nikmati perjalanan

Entah esok sampai atau masih dalam persinggahan

Oleh: Ahmad Fauzi

Penulis adalah Juara Harapan 1 Lomba Cipta Puisi Milangkala KPMJB ke-47

Singgah, dan hanya singgah

Singgah berteman dengan frasa sementara.

Sementara, ialah hanya sejenak adanya.

Semua orang meyakininya,

dan nyaris tak ada yg mengingkarinya.

Waktu, waktu, orang-orang tenggelam dalam tipu,

terperdaya hiburan-hiburan semu,

kalap dalam pusaran nafsu,

hingga arah hidupnya kabur tak menentu.

Gemerincing harta memenuhi pendengarannya,

membuatnya lupa.

Tawa bahagia memenuhi mulutnya,

membuatnya lupa.

Sinar tahta ubah mata dan hati jadi lumpuh,

hingga ia pada akhirnya lupa melulu.

Padahal jika ditanya dalam forum ilmu,

ia kan menjawab dunia ini hanya semu.

Lantas mengapa?

Wahai manusia?

Kau masih bisa goyah karena hal sementara?

Bukankah dunia ini hanya tempat singgah, dan hanya singgah.

Sepertinya kau terlalu serius hingga menjadikannya sungguh.

Tak percaya dengan pengorbanan sementara waktu,

hingga kau dengan mudahnya rela tertipu.

Apa akal hebat di kepalamu sudah berubah dungu?

Tak lagi kau mampu mengingat sebuah abadi?

Nikmat tiada tara yang menanti?

Maukah kau ganti hanya untuk yang singgah ini?

Oh, oh, makhluk, kapan kau bisa sadar diri?

Oleh: Khadijah Buma

Penulis adalah Juara Harapan 2 Lomba Cipta Puisi Milangkala KPMJB ke-47

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *