Tiga Peristiwa Heroik dalam Perang Dzatu Riqa’

Dzatu Riqa’

Sejarah mencatat di periode awal berkembangnya agama ini tidak lepas dari peristiwa-peristiwa penting. Salah satunya adalah peperangan yang pecah antara kaum muslimin melawan kaum kafir Quraisy, dan Yahudi dan kabilah Arab lainnya demi mempertahankan kehormatan agama ini. Di antara peperangan tersebut adalah perang Dzatu Riqa’ di mana Rasul SAW langsung turun tangan mengambil alih panglima perang ini. Singkat cerita dalam peperangan ini terjadi tiga peristiwa heroik. Apa sajakah itu?

Pertama: Kegigihan Para Sahabat Berjuang Membersamai Baginda SAW.

Dalam Shahih Bukhari diriwayatkan dari Abu Musa al-Asyari ra beliau berkata: “Kami keluar bersama Nabi SAW (dalam suatu perang). Setiap enam orang dari kami saling bergantian menaiki satu unta, maka kaki kami pun terluka. Demikian juga dengan kakiku sampai kuku-kukunya terlepas. Kami membalutnya dengan dedaunan. Perang ini pun dijuluki perang Dzatu Riqa’ karena kami membalut kaki-kaki kami dengan dedaunan.” (HR. Bukhari, bab: Perang Dzatu Riqa’ 2/592)

Hadis di atas menggambarkan betapa besar fenomena perjuangan kesatria-kesatria Allah yang tak gentar menempuh jauhnya jarak dan panasnya terik, menahan dzamaun (kehausan), (nasabun) sulitnya medan, serta (makhmasatun) kelaparan energi dan fisik mereka terkuras hingga kaki-kaki mereka terluka; tapi keimanan mereka tidak berkurang sedikitpun. Atas segala bentuk kesetiaan ini Allah SWT mengapresiasi mereka dengan suatu gelar yaitu “Radiyallahu anhum”, setinggi tingginya gelar setelah gelar kenabian. Merekapun rida dengan ketetapan Allah, “Wa radhuu anhu”.

Kedua: Siapa yang Dapat Menolongmu Dariku?

Sepulangnya Rasul SAW dan para sahabat dari perang ini mereka beristirahat di bawah naungan pohon secara terpisah. Begitu juga Rasul SAW beliaupun berteduh dan istirahat lalu mengantungkan pedangnya di sana dan para sahabat tertidur. Tiba-tiba datang seorang musyrik Arab Badui. Orang tersebut mengambil pedang beliau SAW kemudian menodongkannya sembari berkata, “Apakah kau takut denganku?” Rasul menjawab dengan tenang, “Tidak.” Dia berkata, “Lalu siapa yang dapat menolongmu dariku?” Rasul menjawab, “Allah.”

Maka jatuhlah pedang dari tangan Arab Badui itu lalu Rasul SAW mengambilnya dan membalikkan keadaan sembari bersabda, “Siapa yang akan menolongmu dariku?” Ia terdiam, lantas Rasul SAW bersabda, “Jadilah pemegang pedang yang baik,” beliau SAW lanjut bersabda, “Maukah kau bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan aku adalah utusan Allah?” Ia berkata, “Aku berjanji tidak akan memerangimu dan tidak bergabung bersama kelompok yang memerangimu. Maka nabi membiarkannya pergi dan ia datang kepada kaumnya lalu berkata, “Sungguh aku datang kepada kalian dari sisi manusia terbaik.”

Peristiwa di atas membuktikan bahwa Allah benar-benar menjaga Rasul SAW dari bahaya dan makar manusia, “Wallahu ya’shimuka min an-nas. Di samping itu ada tiga keutamaan sikap Nabi SAW yang dapat kuta teladani dari peristiwa di atas. Pertama, keberanian serta ketenangan Rasulullah SAW dalam situasi gentir yang membahayakannya. Kedua, di sisi lain ketika keadaan berbalik beliau lantas tidak  membunuhnya tapi memberi nasihat, Kun khairun akhidzun” yang artinya ‘jadilah pemegang pedang yang baik’.

Ketiga, beliau SAW menawarkan Arab Badui tersebut untuk masuk Islam, tapi ia memilih hal lain. Hal ini tanda bahwa beliau SAW tidak memaksakan orang lain untuk memeluk agama ini, lalu beliau membiarkannya pergi. Sungguh sosok kesatria yang penuh dengan kebijaksanaan, keberanian lagi lembut dan kasih sayang. Imam Syafi’i pernah berkata dalam baitnya:

وكن رجلا على الأهوال جلدا # وشيمتك السماحة والسخاء

Dan jadilah lelaki berkepribadian kuat # di samping itu memiliki karakter ramah dan lembut”.

Ketiga, Abbad ra dan Qiamulailnya

Peristiwa ketiga terjadi sepulangnya pasukan muslimin dari Ghatafan. Hari mulai petang, maka Rasul SAW memutuskan untuk beristirahat di tengah perjalanan ini dan memerintahkan dua orang sahabatnya Abbad ra dan Ammar bin Yasir ra untuk berjaga. Hal ini sebagai antisipasi dikarenakan mereka membawa tawanan perempuan dari kaum musyrikin. Lalu suami dari tawanan itu bernazar untuk membebaskannya dan membunuh sahabat Nabi SAW.

Ketika malam mulai larut dan pasukan muslimin mulai terlelap Abbad ra dan Ammar bin Yasir ra mulai bergantian berjaga, Abbad ra shalat malam dan Ammar ra istirahat. Di pertengahan shalatnya Abbad tertembak anak panah lalu mencabutnya tanpa membatalkan shalat. Hal itu terulang tiga kali dengan tiga anak panah tetapi Abbad tidak bergeming sampai ia menyelesaikan shalatnya. Lalu ia membangunkan Ammar ra dan Ammar berkata, “Kenapa kamu tidak bangunkan aku dari tadi, wahai Abbad?” Ia berkata, “Sungguh aku sedang mentadaburi surat dan aku tak ingin berhenti sebelum menyelesaikannya.”

Hal ini menggambarkan betapa kuatnya Iman para sahabat Nabi dan giatnya mereka dalam beribadah. Bahkan anak panah sekalipun tidak bisa membuatnya bergeser dari qiyamulailnya. Inilah salah satu tanda sifat orang-orang mukmin, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Mu’minun ayat kedua. “Alladzina hum fi shalatihim khasyiun” adalah orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya. Kekhusyukkan mereka hadirkan sebab selepas takbiratulihram. Mereka sudah melepaskankan diri dari hidup ini beserta atributnya kepada Allah SWT “Inna shalati wa nusuki wa mahyaaya wa mamaati lillahi rabbil alamin”.

Demikianlah tiga potong kisah heroik yang terjadi selama perang Dzatu Riqa. Masih banyak lagi episode-episode perjuangan Nabi SAW beserta sahabatnya demi menyampaikan risalah agama ini kepada seluruh alam. Akhlaknya yang mulia perangainya yang sederhana, ‘Asyidaau ala al-kuffar tegas terhadap orang-orang kafir demi menjaga izah Islam, dan ‘Ruhaamau bainahum saling mengasihi sesama muslim; semua inilah teladan yang patut ditiru.

Sebagaimana Allah SWT berfirman, “Laqad kaana lakum fi rasullillahi uswatun hasanatun liman kana yarjullaha wal yaumal akhiri wa dzakarallaha katsira.(Qs. Al-Ahzab:21)

Artinya, “Sungguh, telah ada dalam diri Rasulullah SAW itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.

Wallahu alam.

Baca juga artikel lainnya: Refleksi Tadabur Ayat Kauniyah

Oleh: Ahmad Falahan

Penulis adalah Pemimpin Redaksi Majalah Manggala 2018/2019

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *