Mengapa Pilpres AS Terasa Seperti Pilpres Dunia?

pilpres as
pilpres as

Kandidat Presiden asal Partai Demokrat, Joe Biden, memenangkan Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serika setelah mendapatkan 290 suara elektoral, melewati 270 batas suara yang dibutuhkan untuk melenggang ke Gedung Putih. Sementara itu, sang petahana Donald Trump hanya mendapat total 214 suara elektoral sementara ini. Selama beberapa pekan terakhir informasi mengenai Pilpres AS memang menjadi pusat pemberitaan media massa baik itu dalam Negeri Paman Sam maupun di penjuru dunia tak terkecuali Indonesia.

Masifnya pemberitaan terhadap pemilu AS memang menandakan bahwa dinamika politik di Washington DC memang memiliki jangkauan pengaruh hingga ke skala global. Hal ini bisa dikatakan wajar, karena sebagai negara yang disebut adidaya, Amerika punya peran signifikan di panggung internasional. Namun pernahkan kita bertanya apa yang menyebabkan AS sangat kuat? Hingga membuat politik domestiknya berpengaruh terhadap dunia? Mengapa dinamika Pilpres AS menjadi perhatian dunia?

Egemonia dan Hegemoni AS

Keruntuhan Uni Soviet di ujung perang dingin beberapa dekade lalu bisa dibilang menjadi titik awal Negeri Paman Sam mencapai egemonia atau hegemoni. Egemonia sendiri berasal dari Bahasa Yunani yang berarti penguasaan satu bangsa atas bangsa lainnya. Sebagaimana diungkapkan oleh Antonio Gramsci seorang filsuf asal Italia yang mana dalam pengertian Gramsci, hegemoni adalah sebuah konsensus di mana ketertundukan diperoleh melalui penerimaan ideologi kelas yang menghegemoni oleh kelas yang terhegemoni. Hegemoni bukan hubungan dominasi dengan menggunakan kekuasaan, tetapi hubungan persetujuan dengan mengunakan kepemimpinan politik dan ideologis. Hegemoni adalah kemenangan kelas yang berkuasa yang didapatkan melalui mekanisme konsensus berbagai kekuatan sosial politik.

Dalam konteks Amerika dan Uni Soviet selama perang dingin, keduanya saling berebut hegemoni di penjuru dunia. Sampai pada akhirnya Uni Soviet runtuh dan menyisakan Amerika dan hegemoninya terhadap dunia. Walaupun dalam pengertina Gramsci hegemoni yang dimaksud dalam level negara yang mana berkutat antara hegemoni suatu kelas terhadap kelas lainnya dan tidak secara spesifik berbicara pada ranah hubungan internasional. Namun dalam bukunya Selection From Prison Notebook, Gramsci mengatakan bahwa logika hubungan internasional tidak jauh berbeda dengan logika yang berlaku pada level negara.

Baca Juga Artikel Lainnya: “Kedigdayaan Ekonomi China, Buatan AS?”

Dominasi Perekonomian Paman Sam

Dengan kata lain Amerika telah mencapai hegemoninya yang mana mencangkup kepemimpinan ide, moral, dan intelektual di level global. Kepemimpinan dalam tiga bidang ini pada akhirnya membuat Paman Sam mempunyai hegemoni. Baik dalam bidang ekonomi, militer dan keaamanan, ilmu pengetahuan dan sosial politik.

Pertama dalam bidang ekonomi, hegemoni Paman Sam dalam bidang ekonomi adalah dominasi dolar AS sebagai mata uang acuan dalam hampir mayoritas perdagangan dunia. Kesepakatan Bretton Woods pada tahun 1944 bisa dibilang menjadi titik awal dominasi dolar AS dalam perdagangan dunia. Sejak saat itu dolar AS resmi menjadi mata uang yang paling banyak digunakan dalam perdagangan internasional dan porsinya di cadangan devisa suatu negara menjadi yang terbesar. Dengan demikian akan sulit melengserkan dolar AS dari tahtanya.

Dilansir dari cnbcindonesia.com berdasarkan data dari Dana Moneter International alias Internaational Monetery Fund (IMF) porsi dolar AS dalam cadangan devisa di dunia sekitar 61% di kuartal I-2020, dengan nilai US$ 6.794,91 miliar. Yang terdekat, Euro sekitar 20% dengan nilai US$ 2.197,91 miliar. Sementara Yuan Tiongkok yang digadang-gadang akan menyaingi dominasi dolar Amerika hanya 2% saja dari porsi cadangan devisa di dunia yang senilai US$ 221,48 miliar.

Selanjutnya meski sebagian pihak menilai bahwa kemajuan Tiongkok dalam beberapa dekade terakhir mengancam atau menggeser, kedigdayaan Paman Sam tidak semudah itu direnggut sekalipun itu dalam bidang ekonomi. Kendati nilai ekspor Tiongkok memang sudah jauh melampaui AS pada tahun 2019. Paman Sam tampil sebagai negara pengimpor nomor satu di dunia. Lalu mengapa ini penting?

Leslie Kramer dalam esai yang berjudul “How Importing and Exporting Impacts the Economy”. Ia mengatakan tingginya tingkat impor mengindikasikan tingginnya permintaan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dan jika impor suatu negara didominasi oleh aset-aset produksi seperti mesin-mesin maupun perkakas produksi dsb. Hal itu juga dapat memompa perekonomian dalam jangka panjang. Lalu bagaimana dengan Amerika? Berdasarkan world top export, komoditas utama impor Amerika memang berupa mesin, komputer, peralatan listrik dan kendaraan pabrik. Hal inilah yang membuat Amerika tetap mampu tampil sebagai negara dengan perekonomian paling produktif dan berpangaruh di dunia kendati nilai impor jauh lebih tinggi di atas nilai ekspor. Dengan memahami hegemoni Amerika dalam belantika perekonomian global. Maka tidak berlebihan mengatakan bahwa yang menjadi presiden Amerika akan menjadi penentu laju perekonomian dunia terutama dalam empat tahun kedepan.

Baca Juga Artikel Lainnya: Pandemi Covid-19, Rancangan ‘Sekelompok Orang’?

Disparitas Mazhab Ekonomi Demokrat dan Republik di AS

Hal ini dikarenakan apabila sekarang ada sedikit perubahan kebijakan ekonomi Amerika tentu akan memiliki efek domino yang pada akhirnya berimbas pada perekonomian global. Dalam konteks Pilpres AS saat ini baik Trump maupun Biden mempunyai pendekatan ekonomi yang berbeda. Terutama apabila melihat kepada arah kebijakan luar negerinya di mana Trump lebih menekankan pada pendekatan nasionalis dengan slogannya “Makes America Great Again”.  Sementara Biden memiliki orientasi yang lebih global dan lebih mengutamakan kerjasama multilateral atau aliansi antar negara.

Orientasi yang bersifat global ini jugalah yang membuat dunia internasional terlihat menyambut baik kemenangan Biden. Sambutan itu bisa dibaca dari negara-negara yang memberi ucapan selamat atas kemenangan Biden, tak terkecuali Cina yang selama empat tahun belakangan bersitegang dengan Amerika dalam perang dagang. Presiden Cina Xi Jinping menyambut baik dan memberikan selamat kepada Joe Biden atas kemenangannya. Ucapan selamat dari Beijing tersebut bisa juga dipandang sebagai afirmasi terhadap isu kedekatan Biden dengan pemerintahan Xi Jinping.

Selain presiden, nyatanya partai politik di Amerika punya pengaruh yang kuat terhadap arah kebijakan ekonomi terutama Partak Republik dan Demokrat. Hal ini diakibatkan karena ada perbedaan mazhab ekonomi yang dianut oleh kedua partai tersebut. Kimberly Amadeo dalam tulisannya Democrats vs. Republicans: Which Is Better for the Economy? menyebutkan bahwa Partai Demokrat yang mendukung Biden mengarahkan kebijakan ekonominya untuk membantu kelompok berpenghasilan rendah dan menengah karena dipercaya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Hal ini didasarkan karena golongan tersebut cenderung menghabiskan uangnya untuk kebutuhan sehari-hari dari pada berinvestasi sehingga secara langsung akan meningkatkan permintaan dan memacu pertumbuhan ekonomi. Mazhab ini merupakan evaluasi dari Tricle-Down Economy yang mana dianut oleh Partai Republik.

Sementara Partai Republik cenderung menggunakan mazhab Tricle-Down Economy. Yang mana fokusnya mendorong pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan-kebijakan yang diarahkan kepada pengusaha atau industri besar. Sehingga ini mampu membuat terciptanya lapangan pekerjaan, singkatnya pertumbuhan ekonomi pada mazhab ini didapat melalui peningkatan produksi. Jika kita menarik dalam konteks dalam negeri dan mengacu kepada kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo seperti pembangunan infrastruktur, amnesti pajak dan penarikan investor besar-besaran melalu UU Ciptaker. Maka terlihat jelas kebijakan pemerintah Indonesia sejalan dengan mazhab Tricle Down Economy yang dianut oleh Partai Republik. Kemudian dapat dikatakan bahwa kemenangan Biden bisa saja tidak terlalu menguntungkan bagi Indonesia, walau pendapat ini masih dapat diperdebatkan.

Baca Juga Artikel Lainnya: Serangan 6 Oktober, Ketika Legenda Pasukan Israel Terpatahkan

Hegemoni Keamanan dan Intervensi Domestik AS

Selain dalam bidang ekonomi, bidang lainnya seperti politik, pertahanan, teknologi dan keamanan dunia tentu tidak kalah penting dalam menopang Amerika sebagai hegemon. Dalam konteks politik Amerika merupakan salah satu pemegang hak veto di PBB yang mana dapat membatalkan resolusi yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan PBB. Kemudian untuk bidang pertahanan Amerika sampai saat ini menjadi negara dengan kekuatan nomer satu. Hal ini tentu saja dilatarbelakangi oleh besarnya anggaran yang digelontorkan Negeri Paman Sam untuk bidang yang satu ini yang mencapai nilai US$ 732 Milyar. Anggaran Amerika dalam bidang pertahanan lebih besar 3 kali lipat dibandingkan Cina yang berada dalam posisi kedua dalam segi anggaran.

Sementara dari sektor intelejen, sudah menjadi rahasia umum bahwa dinas intelejen Amerika yaitu Central Inteligence Agency (CIA) kerap melakukan operasi terselubung diberbagai penjuru dunia. Yang tidak jarang mencampuri urusan domestik negara lain. Di Indonesia sendiri ada beberapa catatan mengenai intervensi intelejen Amerika. Sebagaimana yang ditulis oleh A.M Hendropriyono dalam bukunya Filsfat Intelejen Republik Indonesia, ia mengatakan bahwa sejak tahun 1956 ada agen-agen CIA yang berhasil menggalang beberapa oknum TNI-AD sehingga terjadi pemberontakan Permesta dan PRRI di beberapa daerah di Indonesia. Kemudian ada juga laporan mengenai keterlibatan CIA dalam peristiwa G30S/PKI yang merupakan sejarah paling abu-abu di Indonesia.

Kumpulan intervensi-intervensi tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi di penjuru dunia lainnya, tujuannya tentu saja untuk memudahkan atau menyelaraskan arus negara lain agar sesuai dengan kepentingan Amerika Serikat. Nah pada titik ini kita dapat menjawab mengapa dinamika Pilpres Amerika menjadi perhatian dunia? Pertama adalah dominasi Amerika terhadap perekonomian global. Kedua adanya disparitas mazhab ekonomi antara kedua partai besar Amerika yang bertarung dalam Pilpres. Ketiga kuatnya dominasi Amerika di bidang lainnya seperti pertahanan, politik, teknologi dan keamanan dunia. Keempat adanya kecenderungan Amerika untuk mengintervensi urusan dalam negeri dari negara lain. Empat hal ini kiranya sudah cukup untuk menjadi alasan mengapa Pilpres Amerika menjadi perhatian dunia.

Baca Juga Artikel Lainnya: Tragedi 11 September: Sumbangan Embrio Islamofobia

Oleh: Fakhri Abdul Gaffar Ibrahim

Penulis adalah Kepala Editor Majalah Manggala 2019/2020

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *