Sejak diwajibkannya pada tahun kedua hijriah lalu, puasa Ramadhan menjadi perhatian banyak elemen keilmuan. Para ulama dan praktisi kedokteran seolah berlomba membuktikan mukjizat puasa apa yang tersimpan di balik pewahyuannya.
Bicara soal pewahyuannya, perjalanan puasa ini tidaklah langsung satu waktu ketika itu juga, akan tetapi melalui tiga tahapan intruksi puasa. Alangkah romantisnya Islam memperlakukan setiap pemeluknya dengan amat lembut. Mulanya umat Islam pada masa itu diperintahkan mengerjakan puasa tiga hari setiap bulannya. Yaitu pada setiap tanggal 13, 14, 15 yang kemudian dikenal dengan puasa Ayyamul Bidh. Selanjutnya puasa pada 10 Muharam, sebagai bentuk syukur diselamatkannya Nabi Musa as atas kejaran Firaun oleh Allah SWT. Barulah pada Syaban tahun kedua hijriah puasa Ramadhan diwajibkan untuk kemudian mengubah status puasa-puasa sebelumnya menjadi sunah.
Mukjizat Puasa dalam Islam
Saya sendiri sempat bertanya-tanya perihal apa yang menjadi sebab dipatrikannya wajib puasa pada bulan Ramadhan bukan pada 11 bulan lain. Dalam kitabnya Fadail al-Ramadlan Ibnu Abi Dunya merekap sedikitnya enam puluh tiga hadits-hadits Rasulullah yang memuat tentang keutamaan bulan Ramadhan. Di antaranya, pada bulan ini wahyu pertama bagi umat Islam diturunkan, yaitu pada 17 Ramadhan tahun ke-13 sebelum hijriah atau bertepatan dengan bulan Juli tahun 610 M. Kemudian malam harinya dinobatkan sebagai malam yang lebih baik dari pada seribu bulan sekaligus memotori klaim Ramadhan sebagai masa terbaik meraup keberkahan.
Sebelum munculnya penemuan para ahli di bidang kedokteran mengenai mukjizat puasa, Imam Ghazali dalam kitabnya al-Arbain fi Ushuluddin sudah lebih dulu memberikan clue-clue mengenai hal terkait. Beliau menyebutkan bahwa puasa dapat menjaga kesehatan jantung, menurunkan syahwat, dan meminimalisir prasangka-praduga yang negatif.
Sebagai agama yang dibawa oleh seorang hamba mulia, penutup para Rasul, Islam sedemikian rinci menyuguhkan ganjaran atas diperintahkan puasa ini. Mulai dari mendapatkan dua kali kebahagiaan setiap kali berbuka puasa. Kemudian dihapuskannya dosa satu tahun lalu dan satu tahun mendatang bagi pelakon puasa sunah Tasu’a-‘Asyura. Sampai hitungan angka yang tidak netra bagi pelakon puasa wajib di bulan Ramadhan.
Baca juga artikel lainnya: Ramadhan, Muscle Memory ala Islam
Mukjizat Puasa bagi Jasmani
Kemudian jauh setelahnya, unjuklah para peneliti seperti: Dr. Ehret, ilmuwan bidang kejiwaan dari Moskow yang berhasil menemukan mukjizat puasa bagi mental atau psikis seseorang. Selanjutnya Mark Mattson, Ph.D ilmuwan bidang Neurologi dengan temuannya bahwa di antara mukjizat puasa dapat meningkatkan kinerja otak juga melindunginya dari penyakit degeneratif seperti Alzheimer atau Parkinson. Kemudian yang terbaru yaitu Profesor Yoshinori Ohsumi yang mengatakan bahwa puasa berkaitan dengan Autophagy.
Secara istilah Autophagy merupakan istilah yunani yang berarti “memakan diri sendiri”. Melalui penelitiannya itu Yoshinori menemukan bahwa mekanisme ini berperan besar dalam mengontrol fungsi-fungsi fisiologis, di mana komponen sel perlu didegradasi dan didaur ulang, yaitu mengisolasi bagian dari sel yang rusak, mati, atau tidak bisa lagi diperbaiki untuk kemudian dihancurkan, didaur ulang sehingga menghasilkan energi baru dalam sel. Tidak hanya itu, Autophagy juga berkontribusi dalam perkembangan embrio hingga pencegahan dampak negatif dari proses penuaan.
Dari temuan ini, Autophagy tak hanya berdampak baik pada kondisi sel yang bermasalah, tapi juga menjaga kesehatan tubuh secara keseluruhan. Pada penghujung temuannya ini Yoshinori juga menjabarkan bahwa Authophagy dapat dipancing dengan cara berpuasa atau ketika tubuh kehilangan nutrisi. Ketika kadar insulin dalam tubuh menurun, glukagon mulai bekerja dan membersihkan sisa-sisa sel yang telah mati atau rusak. Karena temuannya inilah Yoshinori berhasil menyabet nobel dibidang Fisiologi pada November 2016 lalu versi New York Times.
Baca juga artikel lainnya: Islamisasi Sains serta Relevansinya dengan HAKTEKNAS
Mukjizat Puasa, Esensinya dalam Lintas Agama
Yang lebih menarik, di antara mukjizat puasa ini bukanlah inovasi baru yang hanya diinstruksikan bagi umat Islam saja, dalam monoteisme puasa juga diintruksikan bagi umat-umat terdahulu. Hal ini sudah disebutkan oleh Allah SWT “kamâ kutiba alâ al-ladzîna min qablikum”.
Kemudian dalam Alkitab, disebutkan juga adanya perintah berpuasa. Di dalam Hakim-hakim 20:26 misalnya, “Kemudian pergilah semua orang Israel, demikian seluruh bangsa itu, lalu sampai di Betel; di sana mereka tinggal dan menangis di hadapan Tuhan, berpuasa sampai senja pada hari itu…” Juga dalam Yeremia 36:9, “Masyarakat Yerusalem dan sekitarnya diperintahkan untuk berpuasa pada bulan kesembilan.” Persis sebagaimana umat Islam berpuasa pada bulan kesembilan dalam penananggalan hijriah, Ramadhan.
Masih tentang mukjizat puasa, dalam agama lain seperti Budha, puasa dikenal dengan nama Uposatha. Yaitu ritual menahan diri dari makan dan melakukan tindak kriminal, akan tetapi diperbolehkan minum sampai pertengahan hari. Pelaksanaannya sebanyak dua kali setiap memasuki bulan purnama. Kemudian, puasa dalam agama Hindu, sederhananya sudah sering kita jumpai melalui film-film layar lebar Bollywood. Seperti puasa pada hari Karva Chauth, puasanya seorang istri untuk keselamatan dan panjang umur suaminya. Adapula Ekadasi, yaitu ritual puasa yang melarang pemeluknya untuk memakan jenis masakan yang mengandung biji-bijian, protein, dan hewani.
Dalam tafsirnya yang fenomenal, Ibnu Katsir menyebutkan terkait mukjizat puasa. Bahwa baik kepada umat Islam atau selainnya, perintah berpuasa ini memiliki satu tujuan yang sama. Yaitu lebih dekat kepada Allah dengan lebih giat mencetak kebaikan-kebaikan.
Sampai sini dapatlah ditarik simpulan bahwa “puasa tidak hanya bagi umat Islam saja” bukanlah sekadar hipotesa belaka. Namun juga bisa dibuktikan validitas dan reliabilitasnya, begitupun Ramadhan sangatlah tepat disematkan dengannya wajib puasa.
Allahu a’lam bisshawab
Baca juga artikel lainnya: Adakah yang Salah dalam Pemaknaan Ramdhan Kita?
Oleh: Imas Dera Fadilah
Penulis adalah editor Majalah Manggala 2019/2020