Esai, Opini  

Setelah Lc, Ke Manakah Layar Harus Berkembang?

wisuda
(Sc: www.jo-t.medium.com)

Oleh: Muhammad Rifqi Taqiyuddin

Penulis adalah Kru Website Manggala 2022/2023

Setelah membaca muqarrar sampai suntuk malam, menghadapi ammu syuun yang moodnya tidak karuan, berkutat dengan ujian di puncak musim panas dan dingin, serta berbagai rintangan yang terus datang walau tak diundang, akhirnya besok hari pada tanggal 9 November, hampir 1000 mahasiswa asal Indonesia dan beberapa negara tetangga akan mencapai garis finish yang selama 5 tahun kebelakang didambakan. Ya, finish tersebut berupa wisuda.

Terlepas dari dinamika permasalahan antara panitia wisuda dan DP PPMI yang tiada habisnya hingga menjadi buah bibir seluruh mahasiswa, momen wisuda ini tentu menjadi hal yang akan selalu dikenang oleh para wisudawan. Perjuangan selama tidak kurang dari 5 tahun di Bumi Kinanah ini terbayarkan dengan gelar Lc yang disandang. Ucapan selamat dari berbagai sisi medsos pun tentu akan terus berdatangan. Namun yang mungkin harus dipikirkan sekarang, kemanakah layar harus berkembang setelah wisuda yang menyenangkan?

Wisuda, Gerbang Awal Perjalanan

Harus disadari bersama, pada hakikatnya wisuda yang mungkin jika dilihat sekilas merupakan akhir dari perjalanan belajar, sejatinya ia merupakan awal dari sebuah perjalanan baru. Ya, sebuah perjalanan berupa menapaki kehidupan dunia masyarakat yang luas. Perjalanan panjang yang akan terus dihadapi hingga ajal datang menghampiri. Perjalanan yang betul-betul akan menguras tenaga, energi, dan juga mental.

Dunia kerja, itulah perjalanan yang kini sedang menanti. Bagi Masisir yang Ala Thul ke Indonesia dan tidak melanjutkan lagi studinya ke jenjang yang lebih tinggi, tentu dunia kerja adalah suatu keniscayaan yang harus dihadapi dan tidak bisa dihindari. Pertanyaannya, pekerjaan seperti apakah yang dapat dilakoni seorang ‘Azhary’?

Sebelumnya, sebagai individu dengan gelar Lc dibelakang nama, tentu memiliki beban moril dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat tentu akan berharap banyak dengan lulusan Mesir. Tidak perlu dalam sekup yang luas, setidaknya tetangga sekitar rumah tentu akan menjadikan kita yang pernah mengenyam pendidikan di Al Azhar sebagai rujukan.

Terlepas dari fakultas yang diambil dan dikaji selama di Mesir, masyarakat tentu tak peduli hal tersebut. Pokoknya asal kamu lulusan Azhar, seluruh persoalan agama yang berkaitan dengan permasalahan sehari-hari sudah barang pasti akan ditanyakan. Di sinilah integritas dan kredibilitas seorang Azhary betul-betul diuji. Seluruh ilmu yang telah diberikan oleh para masyaikh di bangku perkuliahan dan per-talaqqi-an akan sangat terpakai dan membantu dalam memecahkan sebuah permasalahan. Masih mending kalau dulu rajin kuliah dan talaqqi, lah kalau engga? Gimana cara menjawabnya?

Kembali kepada bahasan inti, lantas apa yang dapat dilakukan seorang Azhary di dunia kerja?

Baca Juga Artikel Lainnya: “Azhari Tapi Tak Bisa Menulis?

Azhary dan Dunia Kerja

Bagi wisudawan yang notabene merupakan seorang lelaki dewasa, tentu sudah menjadi kewajiban baginya untuk bekerja pasca wisuda. Tidak ada lagi minhah dari Majelis A’la, Bu’uts, Baituz Zakat Kuwait, dan berbagai penyedia beasiswa lainnya yang akan membantu keuangan seperti tatkala masih duduk di bangku perkuliahan. Seluruh urusan keuangan harus dicari sendiri. Memang tentu setiap dari kita memahami bahwa rizki setiap orang sudah ditakar dan memiliki kadarnya tersendiri, namun tetap saja wajib bagi diusahakan untuk meraihnya.

Berbeda dengan wisudawati yang belum menikah dan tidak memiliki niat dalam meniti karir di dunia pekerjaan, tentu ia tidak terlalu dipusingkan dengan masalah finansial selama masih menjadi tanggungan ayahnya. Pun jika sudah mutazawwij, ia menjadi tanggung jawab suaminya. Paling tidak bagi “Azhary” wanita, ia juga masih memiliki beban moril untuk bisa menyebarkan nilai-nilai ke-azhar-an di tengah-tengah masyarakat.

Sebagai alumni Universitas yang menjadi kiblat ilmu keislaman di dunia, tentu pekerjaan yang berkaitan dengan keagamaan mungkin menjadi pilihan utama. Mulai dari mengabdi di pondok pesantren, menjadi pegawai KUA, mengisi kajian di majelis-majelis ta’lim, mendidik siswa di sekolah-sekolah, dan berbagai aktivitas serupa lainnya.

Namun yang harus diperhatikan adalah, untuk berkecimpung dalam pekerjaan-pekerjaan yang sudah penulis jabarkan tadi, tentu tidak semudah membalikkan kedua telapak tangan. Persaingan untuk mengisi pos-pos tersebut sangat ketat. Terlebih kini sudah tak terhitung Universitas dan Sekolah Tinggi lainnya di Indonesia yang membuka prodi yang berkaitan dengan agama islam. Sebut saja Prodi Ekonomi Syariah, Pendidikan Agama Islam, Komunikasi Penyiaran Islam, dan masih banyak yang lainnya. Belum lagi mesti bersaing juga dengan santri-santri lulusan pesantren salaf yang kadang pemahaman turats-nya jauh lebih unggul dibanding Azhary sekalipun. Oleh karena itu dibutuhkan usaha dan kelebihan tersendiri jika memang ingin masuk ke dalam bidang tersebut.

Arah Layar Berkembang

Setiap wisudawan tentu sudah memiliki planning tersendiri sejak jauh hari-hari. Penulis meyakini, orang-orang yang telah lulus dari Azhar bukanlah orang biasa yang tidak mampu memikirkan masa depannya. Melainkan mereka adalah orang-orang pilihan yang dengan keilmuannya akan menjadi pionir perubahan Indonesia menuju arah yang lebih baik dan maju.

Di antara wisudawan yang muncul saat ini mungkin akan ada yang meneruskan langkah-langkah para punggawa Azhar di masa lampau. Sebut saja akan menjadi dai kondang layaknya Ust Abdul Shomad, politisi islami layaknya TGB Zainul Majdi, atau penggerak anak-anak muda seperti Ust Hanan Attaki, dan tokoh-tokoh hebat lainnya.

Meskipun begitu, penulispun berkeyakinan masih ada di antara para wisudawan yang bingung mencari arah berlayar. Mereka mungkin masih menerka-nerka apa yang akan dilakukan nantinya ke Indonesia. Apakah mesti berkecimpung di dunia yang sesuai dengan jurusan kuliahnya, atau harus berkecimpung di dunia pekerjaan yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan ilmu yang sudah dipelajari di Jami’ dan Jami’ah? Atau bahkan justru ada yang niat menganggur?

‘Ala kulli hal, semua itu tergantung pada keputusan masing-masing dari setiap wisudawan. Namun hal terpenting yang harus dilakukan setiap wisudawan adalah jangan sampai melupakan nilai-nilai Azhar, terlebih setiap wisudawan pada hakikatnya adalah duta Azhary di daerahnya masing-masing. Ilmu-ilmu yang sudah diajarkan oleh para masyaikh harus disebarkan dan tidak boleh dipendam begitu saja. Karena itu, kemanapun arah layar berkembang, nilai-nilai azhar harus tetap disebarkan. Wallaahu A’lam.

Response (1)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *