Judul Buku: Qisshatul Iimaan baynal Falsafati wal ‘Ilmi wal Qur’an
Penulis: Abdullah Nadim bin Husein al-Jasr
Penerbit: Dar al-Musaqqif al-Islamy, Lebanon
Halaman: 460
Tahun Terbit: 1984
Reviewer: Muhammad Abdul Rohman
Penulis adalah Pimpinan Usaha Manggala 2023-2024
Keimanan terhadap keberadaan Tuhan merupakan salah satu persoalan di berbagai peradaban sepanjang zaman, terutama pada masa pesatnya perkembangan ilmu sains di abad 19-20. Pada masa ini muncul berbagai macam pemikiran, mulai dari pemikiran yang mengkritik ajaran agama yang mengakui adanya Tuhan secara halus, hingga pemikiran yang bertentangan secara langsung dan menyerang ajaran agama.
Tidak hanya itu, di abad ini pula para pemikir dunia Islam diuji dengan berbagai fakta sains yang sekilas bertentangan dengan ajaran agamanya, yang mana hal ini membuat para ilmuwan muslim terpacu dan berlomba-lomba melakukan pembuktian. Pembuktian bahwa Islam merupakan agama yang benar dan berjalan selaras dengan berbagai bukti empiris di alam semesta. Salah satu buku yang ditulis untuk menjawab persoalan tersebut adalah buku “Qisshatul Iimaan baynal Falsafati wal ‘Ilmi wal Qur’an”
Syekh Nadim Al-Jisr, sang penulis buku lahir tahun 1897 di Tripoli, Lebanon. Beliau merupakan seorang agamawan, pemikir, politikus serta filsuf di abad 20. Buku ini ditulis untuk membuktikan kebenaran Islam dalam perspektif filsafat dan sains. Tidak hanya itu, sang penulis juga ingin menghilangkan asumsi bahwa Islam bertentangan dengan filsafat maupun sains yang banyak diyakini oleh orang-orang, bahkan hingga di kalangan mahasiswa sekalipun. Berdasarkan alasan tersebut, beliau menulis buku ini dengan menjawab persoalan-persoalan dalam pikiran manusia secara runtut mulai dari pendekatan filsafat, pembuktian saintifik dan dilanjutkan dengan tadabur ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan dua pembahasan sebelumnya.
Konsep dan Isi Buku
Buku ini ditulis dengan format yang cukup menarik, yaitu berupa sebuah buku diary ringan seorang pelajar bernama Hairan bin Adh’af (kebingungan lagi lemah) yang ingin mencari kebenaran akan Tuhannya. Pelajar tersebut berguru kepada seorang Syekh tua bernama Al Mauzun yang menghabiskan hidupnya dengan bermunajat kepada Tuhannya. Pada perjalanannya, Syekh tersebut menjelaskan perlahan hingga malam demi malam dihabiskan si pelajar dalam mendengarkan penjelasan runtut dari sang guru sembari mencerna cerita bermakna dari yang dikisahkan.
Bab pertama dimulai dengan penjelasan filsafat mengenai keberadaan Tuhan. Mulai dari asal mula filsafat muncul di zaman Thales dan Anaximenes, yang mana filsafat di masa ini belum melihat adanya Tuhan di alam semesta. Kemudian muncul Parmenides yang sudah melihat adanya keberadaan abadi di alam semesta, serta Anaxagoras yang meyakini bahwa dunia ini tidak mungkin muncul hanya karena kebetulan semata. Anaxagoras berpendapat bahwa dapat dipastikan keberadaan sosok maha bijak lagi kuasa yang menciptakan semua yang berada di alam semesta.
Selain itu, Syekh juga menjelaskan satu persatu pandangan para filsuf yunani mengenai keberadaan Tuhan dari Democrates, Aristoteles, Socrates, Plato, serta masih banyak para filsuf lainnya. Seakan-akan di sini Syekh Nadim ingin menjelaskan bagaimana “misi” pencarian Tuhan oleh akal berlanjut sepanjang zaman manusia, bahkan pada masa-masa fatrah dimana tidak ada nabi yang diutus.
Filsafat tentunya tidak akan sempurna jika tidak menyertakan pembicaraan mengenai filsuf-filsuf muslim seperti Ibnu Sina, Al-Farabi, Al-Kindi, Al-Ghazali, dan yang lainnya. Uniknya, di buku ini Syekh Nadim tidak membahas mengenai kesesatan akidah yang mungkin saja terjadi di kalangan para filsuf. Justru sebaliknya Syekh Nadim melihat semua filsuf dari kalangan muslim maupun Yunani dengan objektivitas tinggi tanpa menilai seperti apa akidah yang dianut oleh para filsuf tersebut.
Pada bab kedua, Syekh Al-Mauzun melanjutkan cerita mengenai keselarasan Islam dengan fakta sains. Tidak lupa beliau menukil ungkapan dari Imam Al-Ghazali tentang sebagian kaum muslim yang mengingkari adanya peristiwa saintifik karena khawatir akan pertentangannya dengan agama Islam, hingga Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa inilah yang dimaksud dalam ungkapan “musuh yang pintar lebih baik daripada teman yang bodoh”.
Perlu digaris bawahi, bahwa dalam buku ini penulis sama sekali tidak menafikan adanya mukjizat yang terjadi di alam. Bahkan, beliau juga menyinggung kesalahan berpikir para materialis yang menghilangkan kemukjizatan para nabi atau kekuasaan Allah, misalnya seperti pengiriman burung ababil, pembelahan lautan, dan yang lainnya. Selain pembahasan di atas, bab kedua juga diisi oleh penjelasan pandangan Islam terhadap pemikiran-pemikiran barat semisal teori evolusi Darwin, teori kebetulan, teori relativitas dan masih banyak lagi teori-teori barat lainnya.
Kemudian, pada akhir buku ini terdapat ajakan Syekh Al-Mauzun kepada muridnya untuk sama-sama mentadaburi ayat-ayat yang menjelaskan kekuasaan Allah. Selain itu, beliau juga mengajak sang pemuda untuk sama-sama memikirkan penciptaan Allah terhadap alam. Bagaimana mungkin alam yang sedemikian detailnya dengan berbagai macam fitur yang diberikan tercipta hanya karena sebuah kebetulan tanpa adanya campur tangan Sang Pengatur.
Kesimpulan
Menurut saya sebagai pembaca, karya Syekh Nadim ini merupakan sebuah masterpiece di dunia ilmu pengetahuan Islam abad 20. Hal ini karena beliau membahas persoalan-persoalan yang menghantui umat Islam sejak berabad-abad lamanya. Tak hanya itu, penyajiannya dengan gaya bahasa yang ringan pun menjadikan karyanya ini dapat dibaca semua kalangan.
Buku ini sangat dianjurkan bagi para penikmat filsafat maupun sains dari level sekolah hingga perguruan tinggi. Betapa banyak manfaat yang dapat diambil dari karya Syekh Nadim ini. Walaupun begitu, tentunya tidak ada karya tulis sempurna yang tidak perlu disempurnakan dengan karya tulis lainnya. Ia adalah “dasar” bagi para penuntut ilmu yang masih perlu mengkaji secara lebih mendalam mengenai topik-topik yang disajikan.
Lebih dari itu, buku ini juga merupakan tulisan objektif yang cenderung membenarkan semua pandangan. Dalam artian, di sini penulis berhasil menyajikan tulisan yang dapat menjadi pedang bermata dua bagi pembacanya apabila tidak dicermati dan diteliti lebih lanjut. Over all, buku yang sudah dicetak sejak tahun 1984 ini adalah buku yang sangat disarankan untuk dipelajari semua orang.
Editor: Muhammad Rifqi Taqiyuddin