Tokoh  

Keumalahayati: Pahlawan Nasional yang Terlupakan

Potret Resmi Keumalahayati sebagai Pahlawan Nasional saat ini. (Sc: id.wikipedia.org)
Potret Resmi Keumalahayati sebagai Pahlawan Nasional saat ini. (Sc: id.wikipedia.org)

Oleh: Aghna Irma Yani

Penulis adalah Sekretaris Redaksi Manggala 2022-2023

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sejarah dan kebudayaan. Terutama sejarah pahlawan Nasional yang berjuang memerdekakan Indonesia. Sejak kecil, kita telah diajarkan  berbagai kisah para pahlawan nasional, baik dari  buku pelajaran sekolah ataupun dari mulut ke mulut masyarakat.  Akan tetapi,  apakah semua sejarah pahlawan–pahlawan nasional saat ini sudah tercatat dalam sejarah ataupun sudah di ketahui oleh khalayak ramai? Banyak para pahlawan Nasional kita yang terpinggirkan di era modern, terutama para generasi milenial saat ini yang tidak lagi mengingat perjuangan mereka dahulu. Seperti sejarah ibu kita, Laksamana Keumalahayati yang kali ini akan kita bahas.

Siapakah Keumalahayati?

Mengintip dari Wikipedia.com, Keumalahayati atau kerap disebut Malahayati adalah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Ayahnya bernama Laksamana Mahmud Syah. Kakek dari ayahnya adalah Laksamana Muhammad Said Syah, putra dari Sultan Salahuddin Syah yang memerintah sekitar tahun 1530-1539 M. Ada pun Sultan Salahuddin Syah adalah putra dari Ibrahim Ali Mughayat Syah (1513-1530 M) yang merupakan pendiri kerajaan Aceh Darussalam.

Saat ia masih kecil, Laksamana Keumalahayati, atau kita sebut saja Malahayati, ingin menjadi pelaut atau laksamana yang gagah berani seperti ayah dan kakeknya. Saat ia menginjak dewasa, ia diberi kebebasan untuk sekolah. Ia pun masuk Akademi Angkatan Bersenjata kesultanan bernama Baitul Maqdis. Akademi tersebut terdiri dari angkatan darat dan laut.

Di sana, kemampuan Malahayati terasah, karena banyak terdapat pengajar yang merupakan perwira. Ditambah lagi, saat itu kesultanan Aceh Darussalam mendapatkan bantuan dari Turki Utsmani seperti mengirimkan 15 kapal perang kecil dan dua kapal perang besar. Tidak hanya itu, Turki Utsmani juga menyiapkan peluru-peluru meriam, bubuk mesiu, 300 kapak, dan 300 sekop. Di dalam kapal tersebut terdapat kapten kapal yang handal, ahli senjata, prajurit, awak kapal, peralatan perang, senjata dan amunisi lengkap. Di akademi itulah, seperti yang dilansir dari Kompas.com, ia bertemu dengan Tuanku Mahmuddin bin Said Al Latief, kemudian menikah dengannya.

Menilik Perjuangan Malahayati

Perjuangan Malahayati bermula dari peristiwa perang di perairan Selat Malaka. Pasukan Kesultanan Aceh dipimpin oleh Sultan Alauddin Riayat Syah Al-Mukammil yang dibantu dua orang laksamana, salah satunya Laksamana Tuanku Mahmuddin bin Said Al-Latief. Pertempuran yang berlangsung sengit tersebut dimenangkan oleh pasukan Kasultanan Aceh. Namun, suami Malahayati itu tewas dalam pertempuran tersebut.

Tahu suaminya tewas, Malahayati pun berjanji akan menuntut balas dan meneruskan perjuangan suaminya. Malahayati kemudian meminta Sultan Al-Makammil untuk membentuk armada Aceh yang semua prajuritnya merupakan wanita janda. Ia Memimpin 2000 orang pasukan Inong Balee yang artinya janda-janda pahlawan yang telah syahid.

Malahayati melatih para janda tersebut untuk menjadi pasukan Kasultanan Aceh yang tangguh. Bersama pasukannya, ia sering terlibat dalam pertempuran, baik melawan Belanda maupun Portugis. Tidak hanya di Selat Malaka, tapi juga di daerah pantai timur Sumatera dan Malaya.

Suatu ketika, Cornelis de Houtman, orang Belanda pertama yang tiba di Indonesia mencoba menggoyangkan kekuasaan Aceh pada 1599. Namun, upayanya gagal, pasukan Belanda berhasil dipukul mundur oleh armada Inong Balee. Cornelis de Houtman itu pun tewas ditangan Laksamana malahayati pada 11 September 1599. Ia tewas setelah ditikam dengan rencong Laksamana Malahayati.

Inong Balee juga membangun benteng dengan tinggi 100 meter di permukaan laut. Tembok benteng menghadap ke laut selebar 3 meter dengan lubang-lubang meriam yang moncongnya mengarah ke pintu teluk. Selain memiliki benteng, pasukan wanita janda itu juga memiliki militer yang terletak di teluk Lamreh.

Perjuangan Malahayati yang gigih melawan penjajah bersama Inong Balee harus terhenti pada tahun 1606, saat ia wafat dalam pertempuran melawan Portugis di perairan Selat Malaka. Jasad Laksamana Malahayati pun dimakamkan di Desa Lamreh, Kecamatan Krueng Raya, Kabupaten Aceh Besar, Sekitar 35 kilometer dari Kota Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

(BACA JUGA: Soedirman; dari Santri hingga Jadi Jenderal TNI)

Penobatan sebagai Pahlawan Nasional

Melansir dari Liputan6.com, usulan dinobatkankan sebagai Pahlawan Nasional saat cuplikan sejarah Keumalahayati tersebut dibahas dalam forum diskusi bertajuk “Laksamana Malahayati dalam Rangka Penguatan Jati Diri sebagai Bangsa” yang digelar di Sentul, Bogor, Rabu, 17 Mei 2017.

Sejumlah tokoh dan sejarawan menyayangkan tak banyak yang mengenal sosok Malahayati. Mirisnya, pemerintah pun belum memasukan laksamana perempuan pertama di dunia ini sebagai pahlawan nasional.

Tak hanya itu, seorang perempuan yang menjabat sebagai Dewan Pakar Silaturahmi Keraton se- Nusantara, Pocut Haslinda Syahrul ini meminta agar Malahayati masuk dalam pelajaran di sekolah-sekolah.

Dalam forum diskusi ini juga dihadirkan tamu undangan dari sineas dan produser dengan harapan sejarah dan kehebatan Laksamana Malahayati dari Kesultanan Aceh ini dapat dituangkan dalam bentuk visual.

Hingga akhirnya, diskusi itu pun membuahkan hasil, Laksamana Malahayati mendapatkan gelar sebagai Pahlawan Nasional pada tanggal 9 November 2017. Ada juga yang mengatakan ia dinobatkan pada tanggal 6 November 2017 bersama 3 orang lainnya.

Selain itu, Laksamana Malahayati dinobatkan juga sebagai laksamana perempuan pertama di dunia modern. Tak hanya itu, ia pun mendapatkan julukan Guardian of The Acheh Kingdom. Fakta sejarah menunjukkan bahwa negara-negara besar, baik Eropa dan Amerika Serikat tidak memilikinya.

Saat ini, nama Laksamana Malahayati banyak diabadikan, seperti dijadikan nama jalan di beberapa wilayah Indonesia. Tak hanya itu, pelabuhan laut di Teluk Krueng Raya, Aceh Besar dinamakan Pelabuhan Malahayati. Dalam dunia pendidikan pun terdapat Universitas Malahayati yang berada di Bandar Lampung. Serta masih banyak lagi.

Sungguh besar jasa-jasanya kepada Negeri ini, sehingga pantaslah namanya harum serta keberaniannya dikenang sepanjang masa dalam sejarah, khususnya bagi masyarakat Indonesia.  Jangan pernah lupakan mereka yang telah berjasa bagi Negeri kita!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *