Esai, Opini  

Hari Buku Sebagai Pemantik Literasi

Hari Buku Nasional pemantik literasi

Literasi merupakan salah satu aspek penting dalam indeks pembangunan manusia. Sejarah mencatat besarnya suatu peradaban berbanding lurus dengan budaya literasinya. Salah satu aspek terpenting dalam literasi adalah membaca maka negara dengan minat baca yang rendah dapat dipastikan juga memiliki kualitas pendidikan yang rendah. Berangkat dari sana penulis menganggap momen Hari Buku Nasional (Harbuknas) tanggal 17 Mei, dapat menjadi refleksi untuk menyadarkan masyarakat Indonesia tentang pentingnya meningkatkan budaya membaca, mengingat minat baca orang Indonesia yang rendah. Apa upaya yang dapat diusahakan untuk memaknai Hari Buku Nasional (Harbuknas)? Bisakah hari buku menjadi pemantik literasi bagi masyarakat?

Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari setiap 1.000 orang Indonesia hanya terdapat  1 orang yang gemar membaca. Padahal, dari segi penilaian infrastruktur pendukung untuk membaca, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa. Oleh sebab itu, UNESCO menempatkan Indonesia pada urutan kedua dari bawah soal literasi dunia.

Data-data tentang literasi berikut ini sering diulang untuk menunjukan peringkat Indonesia yang belum beranjak dari papan bawah dalam berbagai survei Internasional. Adapun hasil penelitian program for Internasional Student Assessment(PISA) yang menempatkan Indonesia pada ranking ke-62 dari 70, dirilis oleh Organisation for Economic Cooperation and Development(OECD) pada tahun 2015 dan juga riset berbeda bertajuk World’s Most Literate Ranked yang dilakukan oleh Jhon W. Miller, Presiden Central Connecticut State University, New Britain pada Maret 2016 lalu. Hasil penelitian ini menempatkan Finlandia di urutan pertama dan Indonesia di peringkat 60 dari 61 negara soal minat membaca, tepat berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61).

Apa yang dilakukan Finlandia hingga bisa menempati posisi pertama? Hal ini tak lepas dari lingkungan yang mereka dapatkan sejak kecil hingga dewasa. Yang pertama, maternity package yang diberikan kepada orang tua yang baru memiliki  bayi, termasuk di dalamnya buku-buku bacaan untuk ibu, ayah dan bayi itu sendiri. Yang kedua, perpustakaan ada di mana-mana sehingga tak ada alasan untuk tidak sempat membaca, bahkan perpustakaan dijadikan institusi budaya kebanggan orang-orang Finlandia. Yang ketiga, budaya baca didorong turun temurun. Setelah bersekolah setiap anak diwajibkan belajar bahasa inggris dan membaca buku. Yang keempat, menjadikan dongeng sebelum tidur sebagai tradisi penting dalam keluarga, lewat tradisi bercerita ini, minat baca terpupuk sejak dini. Selain itu, keaktifan orang tua pun turut menjadi alasan yang membuat minat baca dalam keluarga berkembang dengan pesat.

Dari data-data dan kultur Finlandia yang disebutkan, sudah sangat jelas bahwa perlu adanya usaha lebih keras lagi dari Pemerintah dan masyarakat  untuk meningkatkan minat baca. Beberapa usaha yang mungkin bisa dilakukan oleh pemerintah misalnya yang pertama, Pemerintah bisa saja mencanangkan program one week one book, sebagaimana program one day one juz (ODOJ) yang gencar di promosikan oleh Dr. H. Ahmad Heryawan, Lc., M. Si. Saat masih menjabat menjadi Gubernur Jawa Barat. Yang kedua, menghadirkan perpustakaan keliling dan Taman Baca Masyarakat (TBM) dalam skala besar agar memudahkan dan menggugah masyarakat untuk mulai membaca. Yang ketiga, menggandeng penulis berbakat agar membuat masyarakat umum termotivasi.

Baca Juga Artikel Lainnya: “Kebijakan Pendidikan dalam Era Disrupsi”

Lalu apa yang bisa dilakukan masyarakat dalam meningkatkan minat baca? Peran masyarakat tentu sangat banyak dan tak kalah penting. Setiap orang bahkan bisa dan berhak jadi pahlawan literasi,  dengan mengajak orang sekitar untuk membaca dan mulai menyukai buku. Di sisi lain, peran keluarga terutama ibu yang mengurus langsung anak-anaknya menjadi sangat penting dalam hal pembiasaan membaca buku sejak dini.  Itu semua merupakan sebuah progress yang positif bagi perkembangan literasi di negeri ini. Kita tidak boleh menjadi masyarakat yang pasif dan apatis terhadap budaya membaca bangsa ini, namun kita harus menjadi masyarakat yang pro-aktif dan terus bergerak baik itu beriringan ataupun tidak dengan pemerintah.

Bung Hatta pernah berkata “Aku rela dipenjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas”. Seorang pahlawan proklamator bahkan menyadari bahwa buku memang sepenting itu, buku bisa membuat pemikiran kita menjadi luas dan tidak kerdil, pengetahuan dan wawasan  dalam buku begitu luas dan melimpah. Najwa Shihab menuturkan, “Membaca menjadi kunci sukses dalam berbagai aktivitas, membaca apa saja, membaca membuat kita jadi orang yang punya kedalaman imajinasi, keluasan hati dan tidak mudah di provokasi, akan punya pengetahuan terhadap kedalaman atau khazanah sejarah”, lebih lanjutnya Najwa Shihab mendorong masyarakat khususnya generasi muda untuk lebih mencintai kegiatan membaca buku. Dorongan untuk masyarakat agar mulai membiasakan diri untuk membaca tak lain adalah untuk Indonesia, bangsa ini membutuhkan generasi yang memiliki wawasan yang luas, kritis dan karakter yang kuat. Dalam hal ini, membaca buku bisa menjadi pondasi yang sangat penting.  Jangan bermimpi bisa menjadi bangsa yang maju jika masyarakatnya tidak memiliki ketertarikan yang kuat pada budaya membaca, karena buku dan bangsa yang maju sudah menjadi dua hal yang tidak terpisahkan.

Hari buku bisa menjadi pemantik harbangsa ini untuk kembali berbenah dalam hal literasi, terutama menggencarkan ajakan untuk memulai membaca buku kepada seluruh elemen masyarakat. Beberapa instansi seperti Perpurnas bahkan mengadakan acara dan kegiatan yang bertujuan mengajak masyarakat umum untuk berkunjung ke perpustakaan. Jadi, jangan hanya menjadikan hari buku sebagai sebuah perayaan, namun jadikan hari buku sebagai sebuah peringatan untuk terus melestarikan budaya membaca buku. Jadikan hari buku sebagai ajang untuk mempromosikan buku agar lebih  diminati lagi, sehingga lebih banyak lagi calon-calon penulis yang berkembang menciptakan sebuah karya karena termotivasi oleh antusiasme masyarakat dalam membaca buku. Menumbuhkan kecintaan dalam membaca buku memang menjadi tantangan tersendiri bagi setiap individu, hari buku tentu bisa memberikan dampak positif dalam menyadarkan masyarakat tentang pentingnya membaca buku.

Baca Juga Artikel Lainnya: “Tantangan Pendidikan di Era Disrupsi”

Oleh: Nur Khasanah

Penulis adalah kru redaksi Majalah Manggala 2020-2021

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *