Esai  

Aktualisasi Pendidikan Profetik; Upaya Diaspora Indonesia di Mesir dalam Membentuk Sumber Daya Manusia yang Berkualitas

Aktualisasi Pendidikan Profetik
Sc: pixabay.com

Pendidikan karakter merupakan salah satu bagian penting yang harus diperhatikan dalam upaya menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, guna menghadapi bonus demografi di tahun 2045 mendatang. Bonus demografi adalah satu fenomena yang sangat menguntungkan dari sisi pembangunan. Pasalnya, penduduk usia produktif (15-64 tahun) jumlahnya sangat besar, sementara jumlah penduduk usia muda (0-14 tahun) sudah sedikit dan jumlah penduduk usia lanjut (65+) lebih banyak. Bonus demografi ini akan sangat menguntungkan jika dibarengi dengan sumber daya manusia yang berkualitas dan berkarakter, namun sebaliknya akan menjadi bumerang jika sumber daya manusianya tidak kompeten dan tidak berkarakter.

Bisa kita saksikan, sekularisasi yang dimotori oleh paham barat saat ini, mampu dengan cepat dan masif masuk ke tatanan kehidupan manusia. Free sex, bullying, hedonisme dan narkoba yang semakin tahun jumlahnya semakin meningkat, adalah bukti nyata bahwa sekularisasi mampu secara masif mengikis karakter manusia di zaman dewasa ini. Sedangkan pondasi yang harus disiapkan bangsa Indonesia untuk menghadapi bonus demografi adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia, terlebih dalam penguatan karakter yang meliputi nilai moralitas dan religiusitas.

Sebagai respon dari permasalahan di atas, pendidikan profetik hadir sebagai solusi utama dalam menghadapi sekularisasi dan peningkatan sumber daya manusia yang memiliki karakter kuat, dengan menjadikan Al-Qur’an dan Hadis Nabi sebagai sumber primer dari segala urusan.

Urgensi Pendidikan Profetik di Zaman Modern

Sebelum masuk lebih dalam kepada aktualisasi strategi dari nilai pendidikan profetik, kita harus mengetahui terlebih dahulu esensi dan tujuan yang sangat fundamental dari pendidikan profetik. Pendidikan profetik merupakan proses transfer pengetahuan, wawasan (knowledge), dan nilai (value) kenabian yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan ciptaan-Nya. Pendidikan profetik juga sekaligus ingin membangun komunitas ideal yang memiliki nilai spiritualitas yang tinggi, moralitas yang mulia, dan intelektualitas yang kritis juga kreatif.

Lebih jauh dari itu, Roqib dalam karyanya yang berjudul Prophetic Education menyebutkan bahwa “Pendidikan profetik secara faktual berusaha menghadirkan nilai kenabian dalam konteks kekinian”. Tujuan utama dari pendidikan profetik adalah menanamkan value kenabian dalam diri manusia yang ada di zaman modern ini, sehingga manusia yang ada di zaman ini mampu menghayati value kenabian dalam
kehidupan sehari-hari.

Membagi porsi antara kehidupan dunia dan akhirat yang dalam kata lain disebut wasathiyyah, adalah gagasan utama yang ditawarkan oleh konsep pendidikan profetik dalam meng-counter sekularisasi dengan menjadikan tiga nilai dasarnya yaitu transendensi, humanisasi, dan liberasi sebagai modal utama untuk membentuk sumber daya manusia yang berkualitas dan berkarakter. Ketiga nilai tersebut disandarkan pada ayat Al-Qur’an, yakni pada surah Ali Imran ayat 110 yang artinya: “Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah…”.

Dari ayat tersebutlah dipetakan landasan trilogi atau nilai-nilai pendidikan profetik. Pertama, humanisasi yang dilandasi dengan kata “ta’muruna bil al-ma’ruf”. Kedua, liberasi diderivasi dari kata “tanha anil fahsya’I wal munkar”. Dan ketiga, transendensi yang diturunkan dari kata “tu’minuuna billah”. Tiga cita-cita profetik inilah yang pada hakikatnya merupakan misi historis Islam seperti dilakukan nabi sebagai
misi profetisnya.

Jika berkaca pada sejarah, Nabi Muhammad saw. dalam membangun peradaban dan karakter para sahabat, beliau menanamkan sikap wasathiyyah yang sangat kuat dalam diri para sahabat. Implikasi dari hal tersebut adalah terciptanya pribadi yang kuat dari berbagai aspek, entah itu dari aspek afektif, kognitif, ataupun psikomotorik. Tetapi faktanya, pendidikan yang ada di Indonesia saat ini, lebih menekankan pada aspek kognitif saja dan miskin akan aspek psikomotorik apalagi afektif.

Berdasarkan keberhasilan nabi dalam membentuk karakter sahabat, konsep pendidikan profetik ini menjadikan Nabi Muhammad saw. sebagai figur sentral dalam pengaplikasiannya untuk kehidupan sehari-hari. Pengangkatan Nabi Muhammad saw. sebagai figur sentral ini juga ditegaskan oleh pendapat James E. Royster yang mengungkapkan bahwa Nabi Muhammad saw. tidak hanya menjadi model bagi abad ke 7 M, tetapi juga merupakan Imaginary Educator pada masa sekarang. Itulah alasan terakhir kenapa pendidikan profetik sangat urgent untuk diaktualisasikan di zaman modern ini.

Privilege Diaspora Indonesia di Mesir

Ketika berbicara tentang diaspora Indonesia di Mesir, maka hal ini sangat erat kaitannya dengan Mesir dan Al-Azhar yang menjunjung tinggi nilai wasathiyyah. Dalam hal ini, Grand Syaikh Al-Azhar secara terang-terangan mengajak seluruh pemangku kepentingan, alumni, dan umat Islam untuk mengedepankan dakwah wasathiyyah sebagai jembatan persatuan umat.

Lebih jauh dari itu, Ngadri dalam jurnalnya menyebutkan bahwa dukungan dari ulama Al-Azhar disinyalir ingin membentengi umat Islam dari pandangan yang berbeda dengan ajaran Islam. Penanaman sikap dan paham wasathiyyah yang sangat kuat inilah yang menjadi alasan utama kenapa diaspora Indonesia di Mesir sangat cocok untuk mengaktualisasikan pendidikan profetik di zaman modern ini. Banyaknya kuantitas diaspora Indonesia di Mesir yang sampai menyentuh angka lebih dari 12 ribu jiwa ini, bisa dijadikan sebagai perantara untuk membangun sumber daya manusia yang berkualitas dan berkarakter melalui pendekatan pendidikan profetik, yang sesuai dengan visi dan misi dari para nabi terdahulu.

Strategi-strategi Penting

Pertama, memadukan iman-ilmu-amal, iman-Islam-ihsan, hati dan akal, dan yang terakhir yaitu memadukan antara dunia dan akhirat. Integrasi dan interkoneksitas ini merupakan artikulasi dari nilai  transendensi yang menjadi karakteristik utama pendidikan profetik. Nilai inilah yang akan mendasari implementasi dari nilai humanisasi dan liberasi. Tanpa didasari dengan nilai transendensi, setiap gerak langkah manusia akan buta, karena ilmu, amal, dan agama adalah tiga kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.

Dari strategi pertama ini, kita bisa melihat bahwa pendidikan profetik mengedepankan nilai wasathiyyah dengan tidak meninggikan salah satu elemen seperti halnya sekularisasi yang kampanyekan oleh paham barat, tetapi pendidikan profetik dengan pendekatan wasathiyyah-nya berusaha untuk mengelaborasi elemen-elemen tersebut sehingga menciptakan satu kesatuan yang sempurna, yang bisa dijadikan modal awal untuk membentuk sumber daya manusia yang berkualitas dan berkarakter.

Kedua, mengenalkan dan mengukuhkan konsep Islamic Worldview ke masyarakat umum. Menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas dalam karyanya, Prolegomena to The Metaphysics of Islam An Exposition of The Fundamental Elements of The Worldview of Islam mendefinisikan Islamic Worldview sebagai “Cara pandang mengenai visi dan realitas kebenaran yang nampak di mata hati kita dan menjelaskan segala hakikat wujud”.

Konsep ini penting untuk dikenalkan ke masyarakat umum guna menghilangkan stigma bahwasanya Islam tidak hanya bertitik tolak kepada kehidupan akhirat saja, tetapi Islam juga memperhatikan kehidupan dunia. Hal ini selaras dengan apa yang diajarkan Al-Azhar kepada diaspora Indonesia di Mesir untuk senantiasa berperilaku washat dalam menjalankan agama Islam. Mengenalkan dan mengukuhkan konsep Islamic Worldview ke masyarakat umum inilah yang akan menjadi penguat dari strategi pertama.

Ketiga, membentuk lingkungan yang konstruktif tentang kemajuan agama dan negara. Strategi ketiga ini merupakan gagasan dari poin kedua pendidikan profetik yaitu nilai humanisasi yang secara eksplisit ingin mengembalikan manusia yang ada di zaman modern ini kepada fitrahnya sebagai makhluk spiritual, bermoral, dan berintelektual tinggi. Sebaik-baik konsep apabila tidak didukung dengan lingkungan yang memadai, maka itu semua akan cuma-cuma. Atas dasar inilah diaspora Indonesia di Mesir harus bisa mengambil peran dalam menciptakan lingkungan yang konstruktif tentang kemajuan agama dan negara.

Cara pengaplikasiannya juga sangat dinamis, bisa berupa lembaga pendidikan yang nantinya akan membina orang-orang yang mempunyai keahlian di bidang selain agama, dan bisa juga berupa lingkungan organisasi yang mempunyai visi misi jelas, yang kedua itu merupakan proyek jangka panjang yang harus dikawal oleh Masisir, guna menciptakan sumber daya manusia yang kritis, idealis, dan agamis di berbagai sektor.

Keempat, memaksimalkan perkembangan teknologi. Teknologi akan berperan sangat penting dalam kehidupan manusia di zaman modern ini jika disikapinya dengan bijak. Media sosial dan Artificial Intelligence (AI) adalah dua di antara contoh teknologi yang bisa dimanfaatkan oleh diaspora Indonesia di Mesir dan kaum muda yang ada di zaman modern ini dalam membangun sumber daya manusia yang kompeten. Penyebaran edukasi yang konsisten berupa poster, tulisan, dan hal-hal yang membangun lainya akan sangat berdampak terhadap perkembangan manusia. Pemaksimalan penggunaan AI juga akan sangat membantu kehidupan manusia di zaman modern.

Untuk itu, diperlukan adanya peran diaspora Indonesia di Mesir yang secara konsisten bisa mengawal itu semua supaya sampai kepada tujuan inti, yaitu mengawal bangsa Indonesia dalam menghadapi bonus demografi di tahun 2045 mendatang. Selain itu, seminar pembangunan dan literasi yang menggunakan jalur medsos bisa juga menjadi opsi lain dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan berkarakter. Perlu diketahui, strategi keempat ini merupakan gagasan poin pendidikan profetik yang ketiga yaitu nilai liberasi. Dengan pemaksimalan strategi yang keempat ini, diharapkan bisa membebaskan manusia dari berbagai tantangan zaman yang dapat merusak sumber daya manusia dan karakter Bangsa Indonesia.

Sebagai penutup, aktualisasi pendidikan profetik ini memang sangat diperlukan untuk membantu pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas dan berkarakter di tengah gempuran sekularisasi barat yang sangat gencar dan massif masuk ke tatanan kehidupan manusia. Penulis ingin menegaskan bahwa keempat strategi di atas tidak boleh dipandang sebelah mata. Semua ini memiliki peran signifikan bagi diaspora Indonesia di Mesir untuk mengawal Indonesia dalam menghadapi bonus demografi di tahun 2045 mendatang. Keempat strategi di atas yang merupakan hasil dari gagasan nilai pendidikan profetik yang diharapkan bisa membawa perubahan bagi bangsa Indonesia menjadi negara yang lebih maju, terlebih dalam kemajuan sumber daya manusia dan karakter bangsa Indonesia di zaman modern ini.

Oleh: Nabil Irtifa Khairi

Juara 1 Lomba Esai pada Festival El-Barra 2024

Editor: Rifqi Taqiyuddin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *