Pancasila hendaknya bisa menjadi weltanschauung pendidikan Indoensia. Namun, di abad ke-21 ini, pengaruh positif dari peradaban Barat (western civilization) telah sangat jelas mengembangkan SDM berupa teknologi, pendidikan dan hal lainya. Di samping itu, terdapat dampak hal negatif yang berpotensi masalah besar darinya serta segala aspek, salah satu aspek yang mempengaruhi dunia kontemporer saat ini adalah Sekularisme.
Sekularisme ini, telah masuk pada konsep dan konsepsi ilmu pengetahuan sebagai sumber utama kehidupan serta ciri dari peradaban. Dengan demikian, tantangan peradaban Barat pada Abad ke-21 saat ini, merupakan tantangan pemahaman sekular yang membuka berbagai pemahaman-pemahaman lainya seperti rasionalisme, liberalisme, dan lain-lain.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Prof.Seyyed Hossein Nasr, Ph.D guru besar Washington D.C Universty bahwa dunia moderen saat ini dominasi oleh paham sekularisme yang berunjung kepada kebebasan (In the moderen world one concept which not affected by the dominance of secularism is that of freedom) (Nasr, 1981, hlm. 18).
Hal ini tentu berbeda dengan Indonesia sebagai negara yang berdasarkan pada pancasila bukan sekular karena menempatkan agama dan ketuhanan sebagaimana yang dikemukakan oleh Prof, Dr, N. Drijarko S.J (Husaini, 2009, hlm. 85). Oleh karena itu, sistem negara yang berasas pada pancasila tidak menerima pemahaman sekular untuk diterapkan padanya baik pada tatanan sistem negara maupun kehidupan masyarakat.
Baca Juga Artikel Lainnya: “Hari Kebangkitan Nasional: di Balik Pemilihan Budi Utomo”
Problematika Pendidikan Indonesia
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa tantangan peradaban Barat pada abad ke-21 merupakan tantangan wabah sekularisme. Maka dalam konteks pendidikan di Indonesia, terdapat berbagai macam konsep dan konsepsi pendidikan yang sekular pada era kontemporer ini, telah terpengaruhi oleh peradaban Barat khsususnya di Indonesia.
Sebagai contoh pada umumnya pada pendidikan Biologi kelas 6 SD mengenai perkembangan biologis manusia dari masa ke masa dengan teori Charles Darwin yang menyatakan bahwa manusia pada asas fundamentalnya terdapat gen yang identik dengan kera meskipun dalam The Origin of Species dia tidak menyebutkan secara ekplisit bahwa manusia dari kera (Darwin, 1859). Akan tetapi cara pandang yang ditangkap oleh peserta didik justru lebih kepada pemahaman manusia berasal dari kera.
Selain itu, terdapat kurikulum-kurikulum yang justru bertolak belakang dengan semangat keagamaan di Indonesia. Hal tersebut sebagaimana dalam jurnal Islamia disebutkan bahwa terdapat kurikulum-kurikulum adopsi dari peradaban Barat seperti kurikulum berbasis multikulturalisme, kesetaraan gender dan lain-lainya.
Hal ini, sangat membahayakan bagi dunia pendidikan karena konsekuensi logisnya akan bertentangan dengan dasar negara sendiri. Model pendidikan ini, tentu tidak selaras dengan amanah UUD 1945 pasal 31 ayat 3 yang menitiktekankan agar pendidikan dapat meningkat keimanan dan akhlak yang mulia.
Hal tersebut juga tidak selaras dengan Rencana Pembangunan Pendidikan Nasional Jangka Panjang (RPPNJP) 2005-2025 bahwa visi pendidikan 2025 adalah “Menghasilkan Insan Indonesia Cerdas dan kompetitif (insan Kamil/Insan Paripurna) (Kemendikbuk 2015, 2015, hlm. 32). Dalam visi tersebut disebutkan kata “insan kamil”, yang mana menurut UUD 1945 adalah meningkatnya kualitas iman, takwa serta akhlak yang mulia dalam rangka mencerdaskan bangsa.
Di samping itu, kurikulum adopsi Barat tersebut jelas kontra dengan pengertian pendidikan dalam UU Sisdiknas No. 20/2003, Pasal 1ayat 1 bahwa harus meningkatkan kualitas spritual keagamaan (Gaffar, 2012, hlm. 59).
Konsep Weltanschauung Pancasila Dalam Pendidikan Indonesia
Kata Weltanschauung berarti konsepsi dunia dan hal itu, semakna dengan worldview (Zakarsy 2012, hlm. 270). Jika kata tersebut dinisbatkan dengan “Pancasila” maka dapat dimaknai sebagai konsepsi serta pancasila. Interpretasi terhadap Pancasila memang terkadang beragam di kalangan masyarakat, namun terdapat konsensus bersama yaitu 45 butir nilai Pancasila. Konsensus itu yang dijadikan weltanschauungnya.
Maka konsep sila-sila dalam Pancasila beserta 45 butir nilainya harus menerangi wajah pendidikan Indonesia. Dalam hal ini, perlu ditegaskan bahwa Sila pertama Pancasila memberikan pengaruh besar dan utama bagi pendidikan Indonesia karena dia menyinarani seluruh kehidupan manusia yang dapat membangun peradaban (Madjid, 2008, hlm. 189). Untuk memahami penjelasan di atas digambarkan bagan sebagai berikut;
Pendekatan pendidikan dengan weltanschauung Pancasila dapat menjadi salah satu alternatif paradigma pendidikan Indonesia serta anti virus dari wabah sekularisme yang menjadi tantangan peradaban Barat pada abad ke-21. Pendekatan ini, sesuai karena dapat meningkatkan keimanan, ketakwaan serta ahkhlaq yang mulia baik pada pendidik atau peserta didik dalam rangka kecerdasan bangsa sebagaimana dengan amanah yang dibawa oleh UUD 1945 Pasal 31 ayat 3.
Baca Juga Artikel Lainnya: “Sila Kedua dalam Gerusan Teknologi”
Oleh: Muhammad Ghifari
Penulis adalah kepala editor Majalah Manggala 2020/2021