Tentu masih sangat segar diingatan, betapa riuhnya jagat dunia maya Masisir beberapa pekan ke belakang. Baik itu di platform FB khususnya Grup Pasar Mesir Original yang dimoderatori oleh Adik Kandung Adam Desember, Instagram dengan Mastoy yang selalu menjadi komandan, hingga di grup-grup WA kuliah, semuanya kala itu sibuk membicarakan satu topik yang sama, apalagi kalau bukan the only one tentang kritik rasa cibiran yang dibuat oleh selebgram dengan inisial WA alias Wajdi Azim.
Rasanya, tidak perlu lagi dijelaskan secara panjang lebar tentang statement-statement yang dikeluarkan olehnya. Sebab tentu para pembaca pun sudah banyak mengetahui tentang hal tersebut. Dari mulai sindirannya terhadap oknum Masisir yang melakukan aktivitas seksual, datang ke Mesir hanya untuk main-main, dan masih banyak hal lainnya yang ia buat.
Dari sini, maka Masisir—sebagaimana yang penulis amati—akhirnya terbagi menjadi beberapa golongan dalam menanggapi kritik yang agak sedikit mirip pansos tersebut.
Golongan pertama adalah mereka yang menanggapinya dengan santai alias biasa saja seolah angin lalu dan menganggap tidak terjadi apapun yang aneh. Adapun yang kedua adalah mereka yang sepakat dengan WA, tidak hanya sepakat, bahkan mereka sampai memberikan informasi tambahan tentang aib kelam kehidupan Masisir kepada si selebgram. Sedangkan yang ketiga adalah mereka yang tidak sepakat dengan apa yang dibawakan oleh Wajdi.
Untuk yang ketiga ini pun terbagi lagi menjadi dua golongan. Pertama, yaitu yang tidak sepakat dengan ucapan Wajdi sehingga memberikan kritik kepadanya dengan argumen yang jelas dan dibangun berdasarkan kaidah berpikir. Hal ini salah satunya dilakukan oleh Bung Aulia Razaq yang dengan tulisan panjangnya mengkritik sangat tajam statement Wajdi dengan argumen berdasarkan asas logika yang kuat. Adapun yang kedua adalah Masisir yang akan saya sebut sebagai Masisir Baperan.
Masisir Baperan
Bagi kita yang kebanyakan termasuk dari bagian Gen Z, tentu istilah baperan sudah sangatlah tidak asing di telinga. Layaknya akronim lainnya di zaman now ini yang merupakan gabungan dari dua kata seperti “mager” yang merupakan kepanjangan dari “malas gerak”, baper di sini maknanya adalah singkatan dari bawa perasaan.
Dalam konteks ini kaitannya adalah dengan Masisir yang bawa-bawa perasaan ketika dikritik oleh Wajdi Azim. Mereka inilah golonhan ketiga bagian kedua yang sepertinya tidak terima dengan apa yang telah disampaikan oleh WA di akun instagramnya. Banyak di antara mereka menyebut bahwa siapa pun yang bukan bagian dari Masisir tidak perlu lah sok-sokan memberikan kritik dan ikut campur dengan urusan rumah tangga Masisir.
Saking tidak terimanya, para penganut sekte ini dalam berbagai komentarnya di medsos meluapkan kekesalannya dengan berbagai kata-kata mutiara, melakukan ajakan blokir akun instagramnya, dan bahkan berencana melaporkan si selebgram ke kepolisian. Sebuah tindakan yang saya rasa sangat tidak perlu dan terlalu berlebihan. Terlebih, sebagai mahasiswa yang dikenal sebagai entitas yang mengedepankan akal dan diskusi, hal tersebut sangatlah tidak elok dilakukan.
Harus diakui, meskipun cara penyampaian yang dilakukan oleh WA terkesan tendensius dan berlebihan—terlebih bagi anak ushul seperti saya yang tiap tahunnya mempelajari maddah dakwah dan tetek-bengeknya—banyak yang disampaikannya merupakan sebuah fakta yang sulit terbantahkan.
Terlepas dari bagaimana caranya dia dapat mengetahui berbagai hal yang terjadi dalam dunia Masisir, sudah seharusnya ini menjadi cambukan yang keras untuk semua agar kita sama-sama eling bahwa sebagai mahasiswa Timur Tengah, kita akan selalu menjadi sorotan. Baik itu di sorot kebaikannya maupun keburukannya. Terlebih, di era keterbukaan media sosial seperti sekarang ini, seluruh kejadian dan peristiwa yang mind blowing dapat diketahui dengan mudah oleh siapapun dan di berbagai belahan dunia manapun.
Masisir Berperan
Daripada sibuk menanggapi secara terlalu berlebihan dan baperan hingga melakukan hal yang kontraproduktif atas apa yang telah disampaikan oleh WA, lebih baik kita saat ini tunjukkan kepada medsos dunia bahwa Masisir zaman now juga punya banyak prestasi dan kelebihan yang tidak dapat disepelekan. Yang mana tentu hal ini hanya bisa dilakukan ketika Masisir itu mengambil peran positif sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya masing-masing.
Bagi yang memiliki kemampuan editing gambar dan video misalnya, silahkan berkreasi sekreatif mungkin, dalam menyampaikan nilai-nilai Azhar dan Islam di berbagai platform, baik itu Instagram, Youtube, atau bahkan Tiktok. Hiasilah fyp akun medsos orang-orang dengan ilmu dan kebaikan agar apa yang dilihat pengguna medsos sekarang tidak hanya hal-hal unfaedah saja, melainkan ada ilmu dan hikmah yang didapat.
Pun demikian bagi yang piawai dalam dunia tulis-menulis. Yuk gerakkanlah tangan untuk menghasilkan karya-karya tulisan sesuai genre yang dikuasai. Baik itu cerpen, puisi, opini, esai, hingga menerbitkan publikasi ilmiah ataupun novel best seller layaknya Kang Abik, buku-buku pemikiran like Ust. Nuruddin, atau seperti Sidi Hengki dengan kitab bahasa Arabnya dalam Ilmu Arudh.
Untuk para pengusaha muda, silahkan fokus mengembangkan usahanya agar dapat membuka lapangan pekerjaan bagi Masisir lain yang membutuhkan. Untuk pegiat talaqqi, teruslah fokus dalam dars-nya agar semakin kenyang dengan samudra keilmuan yang ada di sini. Sedangkan bagi para organisator silahkan berjuang di posisinya dan hadirkan kebijakan-kebijakan serta program-program yang memberikan legacy bagi rakyat yang dipimpinnya. So intinya adalah, mari kita torehkan prestasi serta hasilkan karya yang sesuai dengan passion dan posisi kita saat ini.
Namun satu hal yang harus diperhatikan adalah, jangan sampai hal yang kita buat dan kerjakan tersebut berseberangan dengan nilai-nilai Azhar dan Islam itu sendiri. Sebagai contoh misalnya, saya entah mengapa agak risih dan mempertanyakan ketika ada konten kreator Masisirwati yang membuat konten-konten video entah itu di IG ataupun Tiktok yang terlalu menonjolkan sisi kecantikannya dibandingkan prestasinya. Maksudnya ngapain sih seperti itu? Apa ingin mendapatkan pujian dengan disebut sebagai cantik dan yang semisalnya? Bukankah itu justru bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang tentunya menjaga agar kecantikan wanita bukan untuk dikonsumsi oleh publik?
Ala kulli hal, penulis meyakini, di antara belasan ribu Masisir yang kini sedang hidup di negeri Kinanah, hanya segelintir yang mungkin bisa dicap sebagai oknum pelaku “Degradasi Moral” sebagaimana isu yang sempat ramai belakangan ini. Justru sejatinya, penulis meyakini bahwa sebenarnya lebih banyak mereka yang sedang fokus dalam menempa jiwa dan raganya supaya bisa memberikan kontribusi besar, baik di ranah akademik, sosial, budaya, maupun keagamaan. Tabik.
Penulis: Muhammad Rifqi Taqiyuddin
Pemimpin Redaksi Website Manggala 2023-2024