Opini  

Jangan Cederai Prinsip Demokrasi; Kritik Tanggapan Pemilu PPMI Mesir

Jangan Cederai Prinsip Demokrasi
Sc: istockphoto.org

Baru-baru ini, beredar tulisan yang berjudul Amanah Ditinggalkan Demi Meraih Kursi Tertinggi Kekuasaan; Menanggapi Pemilu PPMI Mesir. Dalam tulisan tersebut, penulis melontarkan beberapa argumen dan klaim yang menurut saya cacat secara logika dan terkesan dipaksakan. Sehingga saya tertarik membahas hal itu dalam kacamata Demokrasi. 

Di dalam tulisan tersebut, ringkasnya penulis beranggapan, orang-orang yang sedang menduduki jabatan di wilayah Trias Politica (Legislatif, Yudikatif dan Eksekutif) PPMI Mesir sangat tidak etis jika memaksakan untuk menyalonkan diri ke pesta demokrasi Pemilu Raya PPMI Mesir. Bahkan, ada tudingan setelahnya—yang entah dari mana landasannya, sehingga terkesan sebagai tuduhan semata alih-alih argumen ilmiah—bahwa orang-orang seperti ini seolah menjadikan jabatan sebagai personal branding saja. 

Melihat kedua Bakal Paslon yang telah mendaftarkan diri di Pemilu Raya PPMI Mesir pada Jumat (29/03/2024) terdapat orang-orang dari petahana, baik dari eksekutif maupun legislatif, perlu setidaknya kita tinjau lagi opini yang dibangun dalam tulisan yang sudah saya sebutkan sebelumnya. Jangan sampai kita terburu-buru masuk dalam narasi tersebut, sehingga dapat mempengaruhi antusias kita terhadap pesta demokrasi PPMI Mesir tahun ini. 

Menarik jika kita membawa hal tersebut dengan menilik ke dalam prinsip demokrasi yang dipegang teguh oleh negara kita sendiri, Negara Kesatuan Republik Indonesia, bahkan oleh PPMI Mesir dalam skala kecil. Dalam demokrasi, khususnya Demokrasi Pancasila, ada tiga prinsip yang dikemukakan oleh Jimly Asshiddiqie dalam Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, salah satuya adalah Freedom/Equality (Kebebasan atau Persamaan). 

Melalui prinsip Persamaan ini, dikatakan bahwa semua orang pada dasarnya dianggap memiliki hak yang sama, serta memperoleh akses dan kesempatan yang sama untuk mengembangkan diri sesuai dengan potensinya; tanpa dibeda-bedakan. Dari sini dapat saya katakan, membatasi persamaan hak itu sama halnya dengan mencederai prinsip demokrasi yang seharusnya kita junjung tinggi.

Hal ini sejalan dengan Penilaian Mahkamah Konstitusi terhadap penafsiran Pasal 170 ayat (1) Undang-undang No. 7 Tahun 2017 yang membolehkan pejabat negara untuk mencalonkan diri sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden dengan syarat tertentu. Hakim Konstitusi, Arief Hidayat sendiri yang menyatakan bahwa Mahkamah menilai perspektif warga negara yang mengemban jabatan tertentu, pada dirinya melekat hak konstitusional sebagai warga negara untuk memilih dan dipilih sepanjang hak tersebut tidak dicabut oleh undang-undang atau putusan pengadilan.

“Terlepas dari pejabat negara menduduki jabatan dikarenakan sifat jabatannya atas dasar pemilihan ataupun atas dasar pengangkatan, seharusnya hak konstitusional dalam mendapatkan kesempatan untuk dipilih maupun memilih tidak boleh dikurangi.” Begitulah pernyataan Pak Arief yang saya kutip dari website resmi mkri.id. 

Dari sini dapat kita amini bersama, demokrasi benar-benar melindungi hak konstitusional yang sudah melekat dalam diri setiap warga negara, tanpa dibeda-bedakan, karena memang seperti itulah prinsip demokrasi. Bahkan dalam demokrasi sendiri pada dasarnya semua diizinkan kecuali yang dibatasi. Bukan malah dibalik, semua dibatasi kecuali minta izin. Olehnya, untuk apa kita membatasi hak konstitusional setiap orang dengan bersembunyi di balik nilai-nilai etika yang masih relatif? 

Selain hal tersebut di atas, penulis juga melontarkan sebuah Silogisme Kategoris (Qiyas Iqtirani Syarthi) yang menurut saya justru mengalami Logical Fallacy. Menurutnya, Jika mereka yang meninggalkan jabatannya terpilih menjadi Presiden atau Wapres, pasti akan bersikap ‘bodo amat’ kepada PPMI Mesir sebagaimana mereka terhadap lembaga yang sebelumnya mereka duduki sebelum mengundurkan diri. 

Mari kita telaah, tentu dalam membuat silogisme, untuk mendapatkan konklusi yang benar, kita harus membuat premis yang benar pula. Saya heran bagaimana penulis membuat konklusi yang sedikit kacau itu, tetapi saya ingin menyorot sebuah premis yang pasti dibuat untuk menghasilkan konklusi tersebut. Premis tersebut barangkali penulis buat seperti ini: semua yang meninggalkan jabatannya untuk maju menjadi presiden atau wapres PPMI, pasti akan bersikap ‘bodo amat’

Dari premis tersebut tentu logika kita akan mempertanyakan, apakah benar demikian? Mari kita simulasikan dalam kepala kita, bagaimana jika seandainya seorang dari Eksekutif yang ingin melanjutkan ide dan sistem yang dibangun oleh petahana, mencalonkan diri menjadi peserta pemilu, atau misalnya orang dari legislatif yang melihat bahwa ide atau sistem petahana kurang sejalan dengan perundang-undangan, sehingga dia ingin mengubah hal tersebut dengan menjadi orang tertinggi di eksekutif, apakah orang-orang seperti ini masih akan bersikap ‘bodo amat’? Bukankah mereka maju dengan membawa niat baiknya masing-masing?

Dari sini saya ingin mengajak pembaca, jangan sampai kita tergesa-gesa membuat silogisme kacau yang lahir dari premis yang cacat, tentu kita harus mempertimbangkan banyak hal alih-alih menudingkan sesuatu yang kurang ilmiah. Apalagi penulis sampai mengklaim, jika kita berpikir secara jernih, orang bijak tak akan melakukan perbuatan yang dianggap orang lain tercela

Pertanyaan saya, perbuatan mana yang dimaksud tercela itu, apa indikator dari nilai ‘tercela’ yang disematkan tersebut? Apakah menjunjung tinggi prinsip demokrasi termasuk perbuatan tercela? Apakah membawa ide yang baik termasuk perbuatan tercela? Sepertinya saya ingin mengembalikan lagi pernyataan di atas, jika kita berpikir secara jernih dan LOGIS, orang bijak tentu tidak akan sembarangan mengklaim mana nilai-nilai yang etis dan mana yang tidak; mana yang tercela dan mana yang tidak. 

Terakhir, pesta demokrasi sudah di depan mata. Kedua Paslon sudah mendaftar, tinggal menunggu proses dan hasil Screening mereka saja. Mari kita sebagai Anggota PPMI Mesir, sama-sama antusias mengawal pesta demokrasi. Karena siapa pun yang terpilih nanti, yang akan menentukan masa depan PPMI Mesir setahun kedepan. Allahu A’lam bi al-Shawwab.

Oleh: Defri Cahyo Husain

Dewan Pimpinan MPA PPMI Mesir 2022/2023

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *