Oleh: Edi Lukito
Penulis adalah Peraih Juara 2 Lomba Opini Kongres PPMI Mesir
“Sayang sekali, keindahan bunga sakura itu harus hilang di musim gugur.” Sebuah eksistensi yang hanya dimiliki saat-saat tertentu, seperti bunga sakura. Redupnya eksistensi bunga sakura dan tumbuhan lainnya adalah kodrati yang telah diatur Tuhan Yang Maha Esa. Berbeda halnya dengan eksistensi diri manusia yang tidak sepenuhnya kodrati, manusia diberi kuasa untuk mengatur sendiri eksistensi dirinya. Dalam lingkup yang lebih luas yakni sebuah Negara, eksistensinya tergantung pada masyarakatnya utamanya para pemegang kekuasaan di negara itu. Begitu pun dengan sebuah organisasi, dalam lingkup yang lebih kecil.
Kamus Filsafat, Lorens Bagus (1996) memberi penafsiran terhadap makna eksistensi, Existere disusun dari ex yang artinya keluar dan sistere yang artinya tampil atau muncul. Terdapat beberapa pengertian tentang keberadaan yang dijelaskan menjadi 4 pengertian. Pertama, keberadaan adalah apa yang ada. Kedua, keberadaan adalah apa yang memiliki aktualitas. Ketiga, keberadaan adalah segala sesuatu yang dialami dan menekankan bahwa sesuatu itu ada. Keempat, keberadaan adalah kesempurnaan.
Berangkat dari pengertian di atas, dapat kita pahami eksistensi atau keberadaan sesuatu itu bukan semata-mata dia ada. Namun, sesuatu yang ada itu harus mempunyai aktualitas, melakukan suatu hal-hal sehingga akan timbul dari sana sebuah masalah, kemudian keberadaan itu akan menjadi sempurna setelah masalah itu dapat dijalani dan diatasi dengan bijak. Berdasar dari empat pengertian ini, kita memahami mengapa sering terdengar istilah “krisis eksistensial.” Sebab banyak orang, negara, ataupun sebuah organisasi yang tengah tertatih-tatih mencapai eksistensi kesempurnaan, tak terkecuali PPMI Mesir.
PPMI Mesir adalah akronim dari (Persatuan Pelajar Mahasiswa Indonesia Mesir) merupakan tahta tertinggi organisasi pergerakan pelajar Indonesia di Bumi Kinanah (Mesir). Apabila ditelisik lebih jauh, dinamika pergerakan pelajar Indonesia Mesir dimulai sejak tahun 1913 dengan nama “Jam`iyah Setia Pelajar.” Organisasi ini mampu dikenal sampai ke hampir seluruh negara timur tengah berkat kontribusi mereka membuat majalah yang diberi nama “AlIttihad.”
Kemudian pada tahun 1923 namanya diganti lagi dengan “al-Jam`iyah al-Chairiyah lit Thalabah al-Jawiyah” dengan kontribusi membuat jurnal sebagai upaya menyebarkan pemikiran Islam. Pada masa awal kemerdekaan, pergerakan pelajar mahasiswa Indonesia Mesir dikenal dengan jasanya melakukan perjuangan diplomasi dengan pemerintah Mesir, sehingga Mesir menjadi negara yang pertama mengakui kemerdekaan Indonesia. Juga menjadi suatu kebanggaan bahwa pergerakan Mahasiswa Indonesia Mesir melahirkan tokoh-tokoh yang luar biasa, salah satunya Presiden ke-Empat Indonesia yakni Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Pergerakan pelajar mahasiswa Indonesia resmi dengan nama PPMI Mesir saat tahun 1995. Selanjutnya pada tahun 2003 dibuat sistem yang disebut SGS (Student Government System) sebagai respon atas kompleksnya realita keorganisasian masisir. Pasti terdapat prokontra di awal, namun ternyata sistem itu dapat memayungi dan mengatur seluruh organisasi-organisasi mahasiswa Indonesia di Mesir, sehingga sistem itu langgeng sampai sekarang.
Setelah melihat betapa indah dan harumnya dinamika PPMI dahulu, dengan majalah, jurnal, diplomasi, dan kelahiran sistem yang begitu luar biasa. Pada hari ini, di era modern ini, PPMI Mesir seperti kehilangan eksistensinya. Keadaan dunia yang sangat distruptif, akibat perkembangan teknologi yang tak terkendali. Memaksa PPMI Mesir yang notabene adalah pergerakan keagamaan yang sering distigmatisasi ‘kolot’ harus beradaptasi dengan keadaan zaman, sekaligus menghilangkan stigma negatif itu, dengan perlahan agar tidak dicap ‘fomo’.
PPMI Mesir saat ini tengah diombang-ambing oleh arus kemajuan zaman, dimana ia harus tetap mempertahankan jati dirinya sebagai sebuah organisasi pelajar Islam, di sisi lain ia harus responsif terhadap kemajuan teknologi sebab ada kekhawatiran tidak bisa ikut bersaing di dunia kerja yang saat ini menuntut harus melek terhadap teknologi. Usaha responsif yang dilakukan PPMI Mesir itu dipersulit oleh lingkungan kampus Al-Azhar yang masih sangat konvensional.
Akibat dari kebingungan dan kekhawtiran itu, berimplikasi pada program-program kerja yang ditawarkan oleh PPMI Mesir yang terasa hambar, setengah-tengah, dan sedikit pengaruhnya. Seperti saat PPMI Mesir menawarkan program bimbingan karir di perusahaan ternama, program itu akan sangat terasa hambar bagi sebagian besar pelajar yang fokusnya belajar ilmu agama, yang memang menjadi lokus utama seseorang datang ke Mesir. Juga bagi sebagian besar pelajar yang setelah lulus telah diminta untuk mengabdi di pondok pesantrennya. Alhasil mereka yang merasa hambar dengan program semacam ini kurang memberi atensi kepada PPMI. Ditambah dengan kurangnya tawaran program dari PPMI Mesir yang berorientasi pada ragam mahasiswa seperti ini (talaki dan kuliah) menjadi penyebab eksistensi PPMI semakin menyusut.
Kemudian, hadirnya organisasi senat mahasiswa di setiap fakultas semakin meredupkan eksistensi PPMI. Betapa tidak, senat mahasiswa ini berfokus membantu dan menjamin lancarnya proses kuliah setiap mahasiswa Indonesia, yang mana itu adalah tujuan awal kita ada di Mesir. Alhasil, kebanyakan mahasiswa lebih tertarik pada senat mahasiswa dibanding PPMI Mesir. Kenyataan ini semakin menambah penyusutan eksistensinya.
Kurangnya akses informasi seputar kegiatan-kegiatan PPMI Mesir menjadi alasan mengapa eksistensi PPMI Mesir memang hanya sekadar ada, atau keberadaannya masih jauh dari kata sempurna. Sebaiknya, akun resmi PPMI Mesir lebih aktif, responsif, dan transaparan terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan PPMI Mesir. Sangat disayangkan bila akun resmi tahta tertinggi pergerakan mahasiswa Indonesia di Mesir, diisi dengan konten-konten yang sebenarnya banyak ditemukan di tiktok.
Akhirnya, perlu diamini bahwa tantangan yang dihadapi PPMI Mesir saat ini tidaklah mudah. PPMI Mesir saat ini tengah berada di masa transisi dari dunia konvensional menuju dunia modern. Berat jika harus berada pada masa transisi seperti ini, sebab kita dituntut untuk menemukan sistem yang baru, walau harus kehilangan eksistensi. Semua yang kami sampaikan di sini, merupakan kegelisahan kami terhadap PPMI Mesir yang semakin tidak dirasakan kehadirannya di kalangan pelajar Indonesia. Juga hal ini berangkat dari ketidaktahuan kami terhadap apa sebanarnya tugas utama PPMI Mesir, melihat berlimpahnya organisasi pelajar Indonesia di Mesir dengan fokus tugasnya masing-masing.
Kami berharap PPMI dapat menghadapi dan melewati krisis ini. Mendapatkan atensi dan diakui keberadaannya di kalangan pelajar Indonesia, harus didahulukan, dengan menawarkan program-program yang sekiranya dapat memayungi seluruh kepentingan pelajar Indonesia, bukan hanya satu pihak. Agar eksistensi PPMI Mesir kembali sempurna, ketika eksistensi itu telah sempurna, akan sangat mudah menemukan kembali identitas PPMI Mesir yang hilang. Semoga PPMI Mesir kembali mekar sempurna seperti dahulu, dan kembali indah seperti mekarnya sakura di musim semi. Tabik!