Sekali Lagi Soal Penghapusan Ayat Dalam Al-Qur’an

Ilustrasi Al-Qur'an. (Sc: www.republika.co.id)
Ilustrasi Al-Qur'an. (Sc: www.republika.co.id)

Oleh: Bana Fatahillah, Lc.

Penulis adalah Editor Majalah Manggala 2017-2019 dan Pemimpin Redaksi Majalah La Tansa 2017-2018

Praktisi fikih mengatakan, jika bacaan Fatihah dalam shalat terdapat satu huruf yang dihilangkan atau diganti dengan huruf lainnya, seperti mengganti dhad dengan zha dalam kata (الضالين), maka shalat itu dipastikan tidak sah. Kenapa? Sebab Al-Fatihah adalah bacaan wajib dalam shalat, yang jika satu hurufnya hilang atau terganti, maka makna yang dimaksud dalam ayat tersebut tidak tersampaikan— baik itu merubah maknanya ataupun tidak.

Tidak hanya Al-Fatihah, kata apa pun dalam Al-Quran tidak bisa digantikan atau dihapus. Sekalipun menemukan padanan sebuah kata yang maknanya ‘hampir’ sama, Anda tidak bisa mengganti ayat tersebut dengan padanan kata itu. Sebab Al-Quran adalah kitab suci yang lafaz dan maknanya dari Allah Swt. dan keotentikannya terjaga sampai hari ini.

Karenanya, kalau satu kata saja—atau bahkan satu huruf—tidak mungkin terhapus dari Al-Quran, apalagi penghapusan 300 ayat yang belum lama ini diusulkan oleh seorang Pendeta.

Sebagaimana dilansir dari banyak berita, alasan penghapusan ayat Al-Quran ini adalah karena ‘dianggap’ menjadi pemicu hidup radikal dengan umat beda agama. Ibarat menendang bola ke gawang dan tidak masuk, ia justru menyalahkan bola dan gawangnya, padahal yang seharusnya disalahkan adalah tendangannya. Dalam videonya, pendeta itu mengatakan ia melihat banyak (oknum) umat Islam yang tidak merealisasikan nilai-nilai keislaman yang ada dalam Al-Quran.  Maka seharusnya bukan Al-Qurannya yang disalahkan, tapi manusianya!

Kemutawatiran Al-Quran

Ayat dalam Al-Quran atau katakanlah Al-Quran secara utuh, tidak mungkin bisa dikurangi ataupun ditambahkan satu kata pun (ini di luar bacaan yang berbeda antar-qiraat). Apa yang umat Muslim baca hari ini adalah apa yang Rasulullah Saw. terima pada masa kenabian. Apa buktinya? Buktinya adalah ke-mutawatir-an kabar tentang Al-Quran yang sampai kepada kita sampai saat ini. Ia diriwayatkan dari mulut ke mulut secara mutawatir dengan sanad yang jelas sampai ke penerima wahyu pertama, yaitu Nabi Saw.

Dan mutawatir adalah bentuk argumentasi yang bersifat demonstratif (burhaniy) yang tidak terpatahkan. Kabar mutawatir ialah sebuah kabar yang disampaikan oleh orang banyak, yang mana akal tidak memungkinkan—alias menolak—adanya kesepakatan mereka semua untuk berbohong. Seperti kabar Jakarta adalah ibu Kota Indonesia, sekalipun Orang Amerika tidak pernah ke Jakarta dan hanya mendengar kabar saja, ia tidak boleh mengingkari keberadaannya. Begitu pun Al-Quran yang hampir semua orang, bahkan dari kalangan di luar Islam, telah sepakat dengan keotentikannya. Mengingkarinya sama dengan menolak hal yang sudah pasti.

Terkait kemutawatiran Al-Quran, Al-Thabrasi (548 H), salah satu pembesar sekte Syiah—yang dalam hal ini merupakan sekte yang banyak menyebarkan propaganda tentang keotentikan teks Al-Quran—mengatakan:

Ada pun penambahan (ayat) dalam Al-Quran, maka semua sepakat atas kebatilannya, begitu pun adanya pengurangan, itu sangatlah mustahil. Karena sesungguhnya ilmu tentang sampainya Al-Quran kepada kita itu seperti ilmu tentang kota-kota populer atau sejumlah peristiwa besar yang pernah terjadi … dan ulama muslim pun telah menghabiskan perhatiannya untuk menjaga Al-Qur’an; mereka tau di mana terjadi perbedaan-perbedaan, baik dari segi i’rab, qiraat, ayat, huruf dll. Jadi bagaimana mungkin adanya penambahan atau pengurangan?

Dan karena yang melakukan propaganda ini adalah kalangan Kristen, maka yang perlu diingat adalah Al-Quran tidaklah sama dengan Bibel yang banyak dikritisi oleh kalangan mereka sendiri, khususnya orientalis barat. Metode kritis-bibel (biblical criticism) yang dipakai sarjana Barat untuk menguji validitas kitab sucinya tidaklah relevan digunakan terhadap Al-Quran, hal ini karena Al-Quran tidak bermasalah dalam soal keotentikan teksnya dan juga ia bukanlah karya tulis bermasalah sehingga perlu dikritisi.

Sebelum pendeta tersebut, sosok orientalis bernama Arthur Jeffery sudah melakukan kajian kritis terhadap keotentikan teks Al-Quran. Ia melempar tuduhan bahwa Al-Quran yang ada saat ini telah ditambah dan dikurangi. Dalilnya bahwa sahabat senior Ibnu Mas’ud tidak mencantumkan surat Al-Falaq dan Al-Nas di mushafnya, juga mushaf Ubay bin Ka’ab yang mencamtukan doa qunut dengan mushaf pada umumnya. Dan ini menjadikan Al-Quran tidak otentik dan perlu ditinjau kembali.

Namun usaha mereka sia-sia. Tuduhan itu terbantahkan dengan mudahnya karena dibangun atas logika yang tidak valid. Ulama menjawab bahwa riwayat tentan Ibnu Mas’ud dan Ubay dinilai tidak valid. Sekalipun valid dan benar adanya, maka alasan Ibnu Mas’ud tidak menulis kedua surat tersebut adalah karena dua surat itu sudah popular, sehingga—menurutnya—tidak perlu ditulis lagi, dan msuhaf tersebut adalah milik pribadinya yang artinya sah-sah saja ia tidak menulisnya.

Dan karena mushaf milik pribadi juga, maka sah-sah saja Ubay bin Ka’ab menulis sebuah doa tambahan di dalamnya sebagai catatan. Sekalipun riwayat ini benar juga, maka dinilai cacat karena tidak kuat (ahaad) sehingga tidak bisa mengalahkan ke-tawatur-an Al-Quran yang telah diriwayatkan oleh ratusan bahkan ribuan sahabat lainnya secara utuh sebagaimana yang lengkap pada saat ini. (lihat Abdul Azhim al-Zarqaniy, Manāhil al-‘Irfān fi Ulūm Al-Qur’ān)

Perlu diingat juga, propaganda yang dilontarkan pendeta ini tentang penghapusan ayat Al-Quran sejatinya bukanlah barang baru. Dalam istilah Muhammad Salim Abu Ashi, ini semua hanyalah pengulangan dari apa yg pernah dilakukan oleh pendahulunya, siapa pun itu.  Sebagaimana Orientalis hari ini yang hanya membebek dari apa yg dipropagandakan oleh kafir Quraisy dulu. Mereka semua ini persis seperti yang dikatakan dalam Al-Quran:

اَتَوَا صَوْا بِهٖ ۚ بَلْ هُمْ قَوْمٌ طَا غُوْنَ

Apakah mereka saling berpesan tentang apa yang dikatakan itu. Sebenarnya mereka adalah kaum yang melampaui batas.”(QS. Al-Zariyat [51]: 53)

Sebelum pendeta itu juga, Wasim Rizvi, tokoh Syiah dari India juga pernah hendak melakukan penghapusan sejumlah ayat dalam Al-Quran. Alasannya tidak jauh dengan pendeta tadi, yaitu terdapat sejumlah ayat yang menyuarakan kekerasan, sehingga berkesimpulan bahwa itu bukan bagian dari Al-Quran asli, melainkan merupakan tambahan dalam revisi-revisi selanjutnya, dan karenanya harus dihapus dari kitab suci.

Tuduhan mereka itu, kata para ulama hanyalah sebatas pendapat yang bersifat asumtif tanpa dalil. Dalam syair dikatakan:

والدعاوى ما لم يقيموا عليها # بينات ابناؤها ادعياء

“Sebuat argumen jika tidak disertakan dengan dalil, maka hanyalah sebatas asumsi belaka”

Selain itu, sejumlah tokoh Syiah telah bersepakat atas kebatilan hal ini. Alasan mereka adalah sebagaimana yang saya paparkan di atas, yaitu soal mutawatir, yakni sampainya Al-Quran yang utuh hinggga saat ini merupakan hal mutawatir yang tidak bisa dibantahkan; tidak mengalami penghapusan maupun penambahan. Dan kita tau bahwa kaidah mengatakan: memanuver serangan memakai persaksisan kubu lawan merupakan senjata yang amat mematikan. Riziv akan terdiam jika pembesar sektenya mengatakan ini.

Terakhir, khalifah Ali bin Abi Thalib Ra. yang dalam hal ini merupakan tokoh Paling Agung di sekte Syiah, telah mengakui keotentikan Al-Quran yang dikumpulkan oleh khalifah Utsman bin Affan Ra., atau yang ada sampai saat ini.

Sebagai buktinya, saat para sahabat tidak setuju dengan apa yang dilakukan Utsman, ia justru memujinya seraya sepakat dengannya: “Jika Aku menjadi pemimpin pada waktu Ustman, maka aku akan mengerjakan apa yang dilakukan olehnya”. Ini menunjukan bahwa jika memang orang-orang Syiah mengikuti Imam Ali, maka sudah seharusnya mereka mengimani Al-Quran yang ada saat ini, bukan malah mengingkarinya.

Dan kalau seandainya benar dalam Al-Quran ada ayat yang ditambahkan atau dikurangi, maka pertanyaannya: kenapa saat Khalifah Ali Ra. menjabat begitu pun anaknya, Imam Hasan Ra., mereka tidak melakukan perombakan pada Al-Quran, tapi justru memakai al-Quran yang ada pada periode Utsman? Penambahan atau pengurangan Al-Quran bukanlah perkara remeh, jika benar adanya, bagaimana mungkin sahabat Nabi sekaliber Imam Ali dan Imam Hasan diam. Namun realitasnya tidak seperti itu.

Intinya, bagaimana pun para musuh Islam, baik dari internal maupun eksternal yang ingin meluncurkan serangan atas Al-Quran, Allah Swt. akan menggagalkan usaha mereka, sebab Allah Swt. sendirilah yang berjanji akan menjaga Al-Quran. Akan selalu tampil sosok-sosok yang dipilih oleh-Nya untuk membela keotentikan Al-Quran sebagai Kalam Allah Swt. Semoga kita semua menjadi orang yang dijadikan sebab untuk menjaga Kalam-Nya.  Wallahu a’lam Bi al-Shawab.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *