Esai, Opini  

Memaknai Dakwah Nabi Muhammad Saw. di Era Kekinian

Ilustrasi dakwah masa kini. (sumber: www.nu.or.id)
Ilustrasi dakwah masa kini. (sumber: www.nu.or.id)

Oleh: Muhammad Rifky Handadari Raharjo

Penulis adalah Kru Esai Website Manggala 2021-2022

Kita adalah dai sebelum menjadi apa pun.” Tentu semua sudah tidak asing mendengar kalimat itu; selalu ditanamkan sejak kecil bahwa kita adalah dutanya Rasulullah Saw., setelah wafatnya hingga hari kiamat kelak. Pun alasan tersebarnya risalah Nabi Muhammad Saw. juga karena adanya para pendakwah di setiap sudut bumi Allah Swt. Hal ini menjadi bukti dari apa yang Dia janjikan, bahwa Nabi Muhammad Saw. diutus bukan hanya untuk kaumnya saja, melainkan untuk seluruh alam semesta. (Q.S Al-Anbiya: 107)

Sebelum membahas lebih luas lagi tentang memaknai dakwah Nabi Muhammad Saw. di era kekinian, penulis ingin memaparkan pengertian dakwah itu sendiri. Kata دعوة (dakwah) dalam kamus Al-Munawwir setidaknya bisa diartikan sebagai panggilan atau seruan. walaupun sebenarnya kata tersebut sudah diserap ke dalam Bahasa Indonesia.

Secara terminologi, dakwah adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak, dan memanggil manusia untuk beriman dan taat kepada Allah Swt. Sesuai dengan akidah, akhlak, dan syariat Islam secara sadar dan terencana. Tujuan utamanya sebagaimana yang dijelaskan oleh Yanuardi Syukur (2017: hal. 3) dalam bukunya yang berjudul “Menulis di Jalan Tuhan” adalah mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Sejatinya dakwah tidak hanya dengan lisan saja, kita juga bisa berdakwah dengan tindakan dan contoh yang nyata. Pedagang yang jujur dalam bermuamalah atau politikus yang adil dalam jabatan misalnya, hakikatnya mereka telah berdakwah. Mengapa demikian? Karena bisa jadi dengan contoh-contoh baik tersebut orang lain termotivasi untuk menirunya. Bukankah Nabi Saw. pernah bersabda, “Barang siapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.”? (HR. Muslim no. 1893)

Berbicara tentang kesuksesan dakwah Nabi Muhammad Saw., tidak bisa dipungkiri penyebab itu semua adalah karena kesempurnaan beliau; sosok yang serba bisa. Sehingga dakwah yang Nabi Muhammad Saw. sampaikan dapat menembus sekat-sekat antar golongan dan latar belakang. Hal ini senada dengan firman Allah Swt. dalam surat Al-Anbiya’ ayat 107 yang menyatakan bahwa Nabi diutus sebagai rahmat untuk alam semesta.Selain itu, peran Nabi Muhammad Saw. sebagai uswatun hasanah (suri tauladan) dalam surat Al-Ahzab ayat 21 juga bersifat universal, artinya tidak hanya mencakup golongan atau kaum tertentu saja.

Sebagaimana yang telah saya singgung di atas, bahwa Nabi Muhammad Saw. adalah tokoh yang sangat multitalenta dan pandai dalam segala hal. Dengan hal itu, beliau selalu bisa memasukkan unsur-unsur dakwah dalam setiap talenta dan kepandaiannya.

Sebagai contoh, kepandaiannya dalam berdagang menjadikannya bisa diterima oleh kalangan pedagang atau para ekonom kala itu, sehingga secara berangsur mampu menghapuskan sistem perdagangan jahiliah, seperti riba dan semacamnya. Karena tidak mungkin orang yang bodoh dalam urusan perdagangan mampu merubah sistem buruk yang telah mengakar di masyarakat menjadi sistem yang lebih baik dan tentunya Allah ridhai. (Q.S Al-Baqarah: 275)

Kepandaian Nabi Muhammad Saw. dalam berdagang tentu tidak didapat begitu saja secara instan, melainkan melalui proses yang panjang. Sejak usia belia, beliau sudah menemani pamannya pergi ke Syam untuk berdagang. Lalu ketika beranjak dewasa, beliau juga dipercaya oleh Sayidah Khadijah Ra. untuk mengurus usahanya hingga akhirnya beliau menikahinya.

Tidak hanya di bidang itu, dalam politik pun Nabi Muhammad Saw. tak kalah gemilang. Salah satu keberhasilannya adalah menyusun Piagam Madinah sebagai solusi dari berbagai permasalahan kala itu. Salah satu poinnya yaitu merangkul Umat Yahudi kala itu dan melindungi hak-haknya sebagai manusia dan warga Negara. Tentu hal ini adalah bagian dari dakwahnya, dengan memberi gambaran bagaimana indahnya ajaran agama Islam dalam bertoleransi dan memanusiakan manusia.

Jika kita membaca sejarah dakwah Nabi Muhammad Saw., maka sebenarnya masih banyak sekali keterangan-keterangan mengenai sosoknya yang sempurna dan serba bisa. Seperti dalam hal pendidikan, militer, dan lain-lain. Namun pertanyaannya adalah, bagaimana kita sebagai umatnya masa kini berdakwah dengan segala ketidaksempurnaan yang ada dalam diri kita? Bagaimana nasib dakwah ini selepas wafatnya nabi yang sempurna, khususnya di era kekinian?

Sesungguhnya Islam adalah agama yang benar di sisi Allah Swt. (Q.S Ali Imran: 19), dan sudah menjadi kelaziman dakwah ini akan selalu ada selamanya. Memang benar kita tidak bisa sesempurna Nabi Muhammad Saw. dan tidak bisa multitasking seperti beliau, namun yang pasti umat ini tidak akan pernah kehabisan sumber daya manusia yang menebarkan cahaya agama ini.

Masing-masing dari umat masa kini juga akan menempati setiap posisi dakwah sebagaimana Nabi Muhammad Saw. dulu mampu menempatinya seorang diri, maka tak heran kini kita melihat banyaknya ulama yang berdakwah dengan jalurnya masing-masing. Ada Ustaz Hanan Attaki yang mampu mendekati anak muda, ada juga yang melalui bisnis seperti Ustaz Yusuf Mansur, bahkan tak sedikit yang masuk ke pemerintahan seperti Kyai Ma’ruf Amin dan Tuan Guru Bajang.

Apa pun caranya, bagaimanapun metodenya, semuanya adalah pewaris para nabi dan penyambung lidahnya. Di pundaknya (dan pundak kita juga tentunya) cahaya agama ini dibawa. Yang terpenting adalah bagaimana dakwah ini bisa merasuk ke hati manusia masa kini dan menjadikannya sebagai hamba yang lebih baik.

Di akhir, penulis ingin mengutip sebuah ungkapan dari Prof. Quraish Shihab ketika berbicara tentang dakwah di salah satu video kanal Youtube Gus Mus. Beliau berkata, “Sukses dakwah itu tidak diukur dari gelak tawa orang, tidak juga oleh ratap tangisnya, tapi diukur apakah bertambah pengetahuannya atau kesadarannya untuk menjadi muslim yang baik.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *