Oleh: Diang Kumala
Penulis adalah Kru Esai Website Manggala 2021-2022
Pembahasan mengenai anak sebagai titipan Tuhan sejak dulu sering diperbincangkan. Dewasa ini, anak yang seharusnya jadi penerus bangsa, justru sering kali bertindak sebaliknya. Mengapa demikian? Lalu, bagaimana Islam memandang hal ini?
Sebelum masuk ke situ, ada baiknya kita mengetahui dulu pengertian anak itu sendiri. Berdasarkan penjelasan UNICEF (United Nations Children’s Fund), dilansir dalam Konvensi Tentang Hak-hak Anak, pasal 1 menyatakan bahwa yang dimaksud anak adalah setiap orang yang berusia di bawah umur 18 tahun, kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal.
Sementara itu, Islam memandang anak adalah sebuah anugerah terindah dari Allah Swt. Menjaga dan memberikan pendidikan adalah kewajiban bagi tiap orang tua, kepada mereka yang kelak akan menjadi penerus estafet dalam kehidupan, bukan justru melakukan perilaku yang kita sebut ‘Kekerasan Anak’.
Dalam Al-Quran dan Hadis kerap ditemukan pembahasan tentang anak. Hal ini menjadi bukti bahwa eksistensi anak amatlah penting; prospek yang didapat dari kesuksesan merawatnya adalah mencakup dunia dan akhirat. Dalam sebuah riwayat Hadis, Rasulullah Saw. pernah berkata, “Sesungguhnya, setiap anak yang dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan suci (fitrah/Islam). Dan, karena kedua orang tuanya lah, anak itu akan menjadi seorang yang beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”
Secara implisit, Hadis tersebut menunjukkan bahwa tiap anak dilahirkan bagaikan kertas putih yang belum dikenai tinta pena. Putih, bersih, dan tak bernoda. Maknanya, ia tidak memiliki dosa apa pun. Namun, nanti metode pendidikannya, karakter yang ditanamkan, bahkan kelak ia akan menjadi kafir atau musyrik, adalah bergantung dari didikan orang tuanya.
Peran orang tua dalam tumbuh kembangnya anak, menduduki posisi teramat penting. Mulai dari merawat, mendidik, hingga mengasihi anak adalah tanggung jawab orang tua. Zaman kian berkembang, memunculkan improvisasi dalam pola asuh anak.
Cara mendidik anak generasi alpha, tidaklah sama dengan mendidik anak generasi Z. Anak-anak yang lahir dari tahun 2010-2025, yang disebut dengan generasi Alpha hadir di tengah dunia dengan kecanggihan teknologi. Tentunya, untuk menyikapi ini berbeda porsinya.
Namun, fakta yang beredar adalah masih banyaknya orang tua yang mengabaikan pola asuh yang benar terhadap anak, bahkan karena kekeliruan ini, dapat berujung kepada kekerasan. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat sepanjang Januari – September 2021 menerima 5.206 laporan kasus kekerasan terhadap anak yang dilaporkan secara langsung maupun online. KPAI menyebut data yang tidak terlaporkan bisa dua hingga tiga kali lipat lebih besar.
Di samping itu, teori fakta sosial Durkheim menjelaskan bahwa anak sebagai individu yang lemah selalu diposisikan terbawah dalam masyarakat. Sehingga semua yang dilakukan harus sesuai dengan apa yang diperintahkan dan diajarkan oleh orang dewasa dalam keluarganya.
Kekerasan terhadap anak dapat didefinisikan sebagai peristiwa pelukaan fisik, mental, atau seksual yang umumnya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki tanggung jawab terhadap kesejahteraan anak, dimana itu semua diindikasikan dengan kerugian dan ancaman terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak. (Suyanto, 2010:28)
Tak dipungkiri juga bahwa anak sering kali menjadi korban ketika adanya permasalahan antara orang tua, atau bahkan korban kekerasan dari anggota keluarga atau tetangga terdekat. Cacian dan makian yang anak dengarkan dari perselisihan orang tua, dapat berdampak kepada kondisi psikologis anak. Mereka menjadi tumbuh dengan pribadi yang keras dan pelawan, karena ia mengambil contoh dari bagian terdekatnya; keluarga.
Menurut Suyanto (2010:29), ada lima bentuk kekerasan anak, yaitu: (1) Kekerasan Fisik, bentuk ini mudah dikenali, bisanya tampak secara langsung pada fisik korban, seperti luka, memar, berdarah, dan kondisi lain yang lebih berat. (2) Kekerasan Psikis, bentuk ini tidak mudah dikenali. Biasanya berupa kata kasar, ejekan, mempermalukan, dan lainnya.
(3) Kekerasan Seksual, termasuk dalam kategori ini adalah segala tindakan yang muncul dalam bentuk paksaan untuk melakukan hubungan seksual. (4) Kekerasan Ekonomi, kekerasan ini sering terjadi ketika orang tua memaksa anak yang masih usia di bawah umur untuk berkontribusi dalam ekonomi keluarga. (5) Kekerasan Sosial, mencakup penelantaran dan eksploitasi anak.
Berdasarkan fakta dan realita yang beredar di tengah masyarakat, kekerasan terhadap anak patut menjadi perhatian khusus. Kepribadian individu terbentuk sedari kecil, bahkan sedari anak masih berada dalam kandungan. Kepribadian anak bukan hanya apa yang melekat pada dirinya, tapi juga merupakan hasil dari suatu pertumbuhan dalam sebuah lingkungan.
Termasuk dalam hal itu besarnya pengaruh pola asuh, kepedulian, dan cara orang tua bersikap. Bahkan sering kali, anak yang memiliki masa lalu yang suram, mengalami tragedi kekerasan, menciptakan trauma tersendiri terhadap anak dan mengubah caranya dalam bersikap. Untuk itu, urgensitas peranan orang tua terhadap tumbuh kembang anak sangat amat dibutuhkan.
Tidak hanya itu, permasalahan kekerasan anak bukan lagi urgensi beberapa Negara saja, bahkan sudah mencakup global. Dengan berbagai fenomena kekerasan yang terjadi, maka hemat penulis setidaknya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, baik dari segi orang tua maupun anak: pertama, menekankan kembali kepada orang tua bahwa anak adalah anugerah, menjaganya adalah sebuah kewajiban.
Kedua, menerapkan pola asuh orang tua yang baik dan benar. Ketiga, berikan edukasi kepada anak tentang cara melindungi diri. Keempat, bangun komunikasi yang baik dengan anak. Kelima, apabila kekerasan terjadi, segera laporkan kepada pihak berwenang.
Demikian 5 hal yang perlu diperhatikan agar anak terlindungi dari kekerasan yang kini menjadi isu hangat di negeri kita, bahkan dunia. Dalam kalam sucinya, Allah Swt. juga menegaskan, Surah Al-Tahrim: 6 yang berarti “Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka ….”
Dalam konteks ayat ini menunjukkan urgensi kepada orang tua untuk peduli akan perlindungan terhadap anak, juga penanaman nilai agama kepada mereka. Oleh karena itu, perlulah bagi kita semua, terkhusus orang tua, menaruh perhatian lebih akan keamanan dan pola asuh yang benar terhadap anak.