Oleh: Ruhul Jadid
Penulis adalah Anggota Pimpinan Perusahaan Manggala 2021-2022
Sebenarnya tidak banyak yang ingin saya tuliskan di sini, hanya menambahkan dari apa yang telah kawan saya, Farid Hamdani tuliskan di website manggala.kmpjb.com, berjudul “Segarkan Kembali Paham Literasi dan Kebudayaan“. Jika pada tulisan tersebut ia menjelaskan tentang urgensitas penyegaran literasi dengan menjadikannya sebuah kebudayaan, maka dalam kesempatan ini saya akan menambahkan sedikit, khususnya terkait esensi kegiatan literasi dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagaimana kita ketahui dari tulisan kawan saya itu, Indonesia merupakan salah satu negara dengan peringkat literasi yang rendah, hal itu bisa dibuktikan dengan studi PISA (Programme for International Student Assesment) pada tahun 2015, yang menyebutkan bahwa peringkat literasi Indonesia adalah 69 dari 76 negara. Sungguh miris sebenarnya, disaat Indonesia menjadi negara dengan penduduk beragama Islam terbanyak di dunia, tapi memiliki tingkat literasi yang rendah.
Jika kita cermati secara saksama, telah jelas bahwa Islam sangat memperhatikan membaca, sebagaimana wahyu yang pertama kali turun kepada Nabi Muhammad Saw. di Gua Hira adalah QS. Al-‘Alaq ayat 1-5, yang pada ayat pertamanya berisi perintah untuk membaca. Dengan adanya ayat ini, maka membaca menjadi kegiatan yang tidak dapat terlepaskan dari umat Islam.
Tentunya sebagaimana kita pahami dari tulisan itu juga, bahwa kata literasi sendiri bukanlah melulu soal membaca, tetapi juga menuliskan apa yang telah kita pelajari supaya pengetahuan yang kita ketahui terus beregenerasi. Jika kita merujuk pada Oxford Online Dictionary, kita akan mendapatkan pengertian bahwa kata literasi bermakna “Knowledge or Skills in Specific Area” (pengetahuan atau keterampilan pada bidang tertentu).
Namun, jika kita kembalikan kepada akar katanya, kata literasi berasal dari Bahasa Latin yang asalnya bermula dari kata literatus yang berarti belajar. Dan tentunya di era sekarang ini, kata tersebut memiliki makna yang lebih luas, bukan hanya persoalan menulis dan membaca, tapi juga mencakup aspek penalaran, yaitu kemampuan berpikir kritis, logis, dan rasional. Sehingga pada akhirnya kata literasi merangkap makna yang luas, kepada segala hal yang erat kaitannya dengan belajar, bukan hanya membaca dan menulis.
Semakin tinggi literasi di suatu negara; semakin bagus budayanya. Contohnya, ciri negara yang memiliki literasi yang tinggi itu dapat menjadikan lingkungannya indah, terbebas dari sampah, dan nyaman. Ciri lingkungan seperti itu terbentuk karena adanya apresiasi masyarakat sosial yang baik. Mereka mampu bekerja sama satu sama lain, dan itu membuktikan hubungan antara literasi, budaya, dan dunia social.
Jika melihat kepada kondisi sosial yang terjadi sekarang, kegiatan literasi sebenarnya tidak dapat terpisahkan dari kehidupan kita sehari-hari. Media sosial, materi-materi pelajaran, dan jual beli, semuanya dapat dilakukan dengan kegiatan membaca dan menulis. Seorang pembeli bisa mendapatkan suatu barang yang ia kehendaki hanya dengan meng-chat kepada si penjual dengan menggunakan tulisan. Begitu pun sebaliknya.
Yang terjadi masif sekarang ini menurut saya adalah tingginya minat baca, tapi rendahnya daya baca. misalnya kita kuat berjam-jam menatap layar ponsel untuk membaca chat-chat yang masuk, walaupun terkadang apa yang kita baca dan tulis itu tidak terlalu penting; hanyalah sebuah candaan misalnya. Namun, disaat kita dihadapkan untuk membaca ataupun menuliskan suatu hal yang agak serius, kita sering kali merasa stuck, malas, dan enggan untuk melanjutkan bacaan ataupun tulisan itu.
Begitu juga dengan digitalisasi segala bidang dalam kehidupan, literasi menjadi modal utama bagi kita dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Misalnya tidak jarang kita temui orang tua kita yang dengan mudahnya terperangkap pada berita-berita palsu atau hoax, kemudian berita tersebut mereka sebarkan ke grup-grup WhatsApp keluarga dengan bangga, sadar, dan penuh rasa yakin bahwa berita itu benar-benar valid.
Mungkin hal ini menjadi wajar terjadi dikarenakan pada zaman orang tua kita hidup dulu, untuk mendapatkan berita itu sangat susah, sehingga ketika mendaptakan sebuah berita yang baru akan langsung mereka sebarkan dari mulut ke mulut, tanpa mengecek kebenarannya terlebih dahulu. Maka dengan kemampuan literasi ini tentunya dapat menjadikan orang tua—bahkan kita sendiri—tidak mudah terperdaya oleh berita-berita bohong yang beredar, dan langsung melakukan cross check atau berpikir kritis terlebih dahulu terhadap kebenaran berita tersebut.
Untuk mengatasi hal tersebut, kembali kepada kegiatan menulis dan membaca, tentunya kita harus membiasakan diri kita dengan memaksakan untuk mengonsumsi tulisan-tulisan yang agak berbobot dan mencoba menuliskannya. Dengan melakukan hal ini, dapat menumbuhkan rasa penasaran kita terhadap hal-hal yang baru, dan tetunya tidak phobia terhadap tulisan-tulisan ilmiah.
Saya setuju dengan apa dituliskan oleh kawan saya itu, bahwa yang terpenting dalam proses literasi ini adalah dengan melakukannya saja terlebih dahulu terlepas apa yang kita hasilkan nanti apakah baik atau buruk. Karena sejatinya, esensi dari menulis adalah kita belajar untuk menuliskan buah pikiran kita yang berserakan menjadi sebuah gagasan atau pemikiran yang terstruktur, sehingga bisa disampaikan kepada orang lain dengan jelas, dan juga untuk menjaga agar supaya pikiran kita tetap berjalan denga benar.
Kegiatan menulis ini menjadikan apa yang sudah kita baca atau pelajari tidak hanya mengendap di kepala dan hilang begitu saja, tanpa adanya manfaat yang dirasakan, baik itu oleh diri sendiri maupun orang lain.
Kemudian, pada akhirnya kegitan literasi ini tidak akan pernah terlepas dari kegiatan membaca, menulis, berhitung, dan berpikir kritis. sebagaimana ulama-ulama terdahulu dapat menuliskan kitab berjilid-jilid, tentunya hal tersebut dibarengi dengan kualitas baca yang istimewa dan penelaahan yang panjang. Di samping itu juga, kita harus bisa mengimplementasikan segala aspek kegiatan literasi ini dalam kehidupan kita, supaya apa yang telah kita pelajari bisa menjadi sebuah kebiasaan dan bisa diwariskan kepada generasi selanjutnya.