“Rawe-rawe lantas malang-malang putung, Patah tumbuh hilang berganti”
Begitulah bunyi jargon yang dikobarkan Jendral Sudirman sebelum memulai Jihad TKR (Tentara Keamanan Rakyat) bersama Ambarawa dan rakyat melawan pasukan Sekutu yang diboncengi NICA (Netherlands Indies Civile Administration). Awalnya sekutu hanya ingin membebaskan pasukannya yang ditawan oleh pihak Jepang. Namun pada aksinya mereka malah menyerang markas TKR dan mengkhianati perjanjian yang telah disepakati 2 november antara dua pihak sekutu yang ditanda tangani oleh Jendral Bethel dan Indonesia yang langsung ditanda tangani oleh Presiden Sukarno. Maka disinilah Jendral Sudirman—kala itu masih berpangkat colonel— mengambil keputusan untuk menyelamatkan Ibu Pertiwi yang baru merdeka dari cengkraman kolonialisme.
Pertempuran ini tidak lepas dari peran tokoh dan ulama yang ikut andil dalam memberikan masukan dari sudut pandang agama sebagaimana yang telah terjadi sebelumnya pada pertempuran 10 november di surabaya. Diantara tokoh dan ulama tersebut adalah Letkol Isdiman pemimpin pasukan republiken yang gugur di medan perang, Letkol M Sarbini pimpinan resimen TKR dari Magelang, Letkol Ahmad Yani, Kolonel Sudirman pimpinan TKR dan KH, Syarifudin Zuhri pimpinan laskar Hizbullah Magelang. Diriwayatkan dari KH Syarifudin Zuhri bahwa ulama se-Magelang mengadakan pertemuan di rumah pimpinan Hizbullah di belakang Masjid Besar kota Magelang pada tanggal 21 November, pertemuan ini dilaksanakan pada tsulusul lail dua pertiga malam.
Puncak pertempuran berlangsung pada tanggal 12 s/d 15 Desember, di Ambarawa markas sekaligus basis sekutu yang kelak menjadi tolak ukur untuk menguasi jawa tengah. dimulai dengan letusan senjata pada subuh 12 Desember tanda peperangan dimulai. TKR dan rakyat yang dikomandoi Jendral Sudirman menggunakan strategi sapit urang atau capit udang untuk menjepit sekutu dan nica dari dua arah selatan dan barat, dengan sergap, serentak, dan cepat akhirnya startegi ini berjalan dengan efektif. Pertempuran sengitpun tak dapat terelakan desingan peluru, letusan granat, dan dentuman martir menyelimuti Ambarawa namun dengan semangat juang tinggi bermodal tekad, nekad, senjata rampasan yang rasionya satu senjata dipegang oleh lima sampai sepuluh prajurit, sisanya bermodal bambu runcing dan semangat berani mati segera pada tanggal 14 Desember sore para pejuang TKR berhasil menguasai jalan utama ambarawa.
Pasukan sekutu yang hampir kehabisan amunisi akhirnya memutuskan untuk mundur sambil membumi hanguskan seluruh daerah yang mereka lalui. Pertempuran berakhir pada 15 Desember dengan kemenangan di pihak TKR yang berhasil menduduki benteng sekutu di Ambarawa dan memukul mundur mereka ke Semarang. Walupun banyak korban yang berjathuan di kedua belah peristiwa ini merupakan sebuah prestasi besar bagi Indonesia. Karena mampu mengalahkan finalis pemenang perang dunia dua yang memiliki riwayat panjang di kancah pertempuran eropa mengalahkan NAZI dan sekutunya, mereka bersenjatakan lengkap, pengalaman bertempur, terlatih dan mental teruji.
Dalam kacamata Islam perang ini merupakan perang membela kehormatan, agama dan bangsa sebagaimana tertuang dalam maqasid syariah yaitu hifdzu al-ard, hifdzu ad-din dan hifdzu nafs. Didasari dengan ayat-ayat qital lalu menerapkannya dalam konteks siyaq yang tepat sesuai landasan hukum agama. Diantara ayat-ayat tersebut adalah:
Ayat pertama:
Allah SWT berfirman: “Udzina lilladzian yuqotaluna biannahum dzulimu, wa inna Allaha ala nasrihim laqaodir” (Qs. Al-Hajj: 39).
Artinya:
Diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka dizalimi. Dan sungguh Allah mahakuasa menolong mereka itu.
Ayat kedua:
Allah SWT berfirman: “La yanhakumullahu anilladzina lam yuqotilukum fi ad-diin wal lam yukhrijukum min diyarikum an tabarruhum wa tuqsituu ilaihim innalaha yuhibbul muqsitin # Innama yanhakumullahu anilladzina qotalukum fi ad-diin wa akhrojukum min diyarikum wa dzoharu ala ikhrojikum an tawalauhum wa man yatawallahum faulaika humu ad-dzalimun” (Qs. Al-Mumtahanah: 8-9).
Artinya:
Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusirmu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil # Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan mereka sebagai kawanmu (yaitu) orang-orang yang memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan itulah orang-orang yang dzalim.
Peristiwa Ambarawa ini kelak menjadi sejarah yang akan terus diperingati sebagai Hari Juang Kartika atau Hari Juang TNI AD guna mengenang akan perjuangan bangsa ini khususnya para pejuang TKR yang berganti nama menjadi TNI, dan kepada seluruh rakyat yang turut andil dalam perjuangan ini mengorbankan bondo harta, bahu tenaga, dan fikir ide sampai nyawa menjadi tebusannya demi mempertahankan tanah air tercinta. dan hari itu juga Allah meyematkan kepada mereka yang gugur dengan gelar syuhada dan membalas seluruh pengorbanannya dengan nikmatnya syurga.
Kelak hari itu memberikan pesan penting kepada generasi kini dan yang akan datang. Wa tilkal ayyamu nudawiluha baina an-nas dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran). Pelajaran bahwa pasukan sekutu yang memiliki kualitas dan kuantitas hebat tidak bisa menjamin akan kemenangan mereka karena hakikatnya mereka ingin menjajah dan berbuat zalim kepada negeri ini. “Kam min fiatin qolilatin ghalabat fiatan katsiratan bi iznillah” berapa banyak golongan yang kecil dan sedikit tapi mampu mengalahkan golongan yang banyak. Juga sebagai bukti bahwa Allah bersama orang-orang yang lemah “Innama tunsoruna wa turhamuna bi duafaikum” dan Allah tidak menyia-nyiakan usaha orang beriman.
Baca juga artikel lainnya: Soedirman; dari Santri hingga Jadi Jenderal TNI
Oleh: Ahmad Falahan
Penulis adalah Pemimpin Redaksi Majalah Manggala 2018/2019