Serupai Salib, Ornamen Logo HUT ke-75 RI Tuai Pro Kontra

PILPRES AS

Persatuan yang telah melatar belakangi kemerdekaan NKRI selama 75 tahun ini, kembali terguncang oleh peresmian logo HUT ke-75 RI yang menyerupai salib. Kontribusi pemerintah untuk memperingati kejayaan yang dibangun atas darah dan keringat para pejuang ini, justru menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Momen Indonesia untuk mengenang pengabdian dan pengorbanan para bunga bangsa, telah tercederai oleh rakyatnya sendiri.

Seperti yang dikutip dari suara.com pada Senin (10/08/20) “Umat Islam Jangan sampai kecolongan, dengan adanya upaya-upaya terselubung kristenisasi melalui simbol-simbol salib di tempat publik, kita harus mempunyai ghiroh menjaga dinul-Islam.” kalimat yang terlontar dari mulut pria paruh baya itu tegas menggema, menghujam dada, membangkitkan kesadaran umat islam yang hadir di kantor Dewan Syariah Kota Surakarta (DSKS) sore itu. Mereka bersepakat melayangkan protes terhadap 3 dari 10 ornamen logo resmi HUT ke-75 RI yang dikeluarkan oleh Kementrian Sekretariat Negara (Kemensetneg). Ornamen logo yang menyerupai lambang salib tersebut itu telah menyinggung hati umat Islam.

Bukan persoalan serius, jika spanduk yang setiap sudutnya berhias logo menyerupai salib tersebut digunakan oleh masyarakat umum, namun akan menjadi rumit jika instansi pemerintah yang menggunakannya. Protes serupa juga dilayangkan oleh Aliansi Umat Islam Karanganyar (AUIK). Melansir dari Gatra.com pada Senin (10/08/20) perwakilan AUIK mendatangi kantor Setda Karanganyar dan menuntut pencopotan spanduk bernuasa salib yang terpasang disekitar kantor pemerintah Karanganyar.

Memasuki ranah media sosial persoalan semakin pelik, cuitan Twitter Ketua Cyber Indonesia, Husin Alwi Shihab pada Senin (10/08/20) yang menganalogikan lambang salib yang ditakuti oleh bangsa setan dan iblis, dikaitkannya dengan orang-orang yang memprotes logo tersebut,  sekejap mata, cuitan ini sukses menumbuhkan benih-benih perseteruan. Seolah tak mau tertinggal, sederet elit politik Indonesia pun satu persatu terjun membanjiri laman twitter, ikut menggebuk aksi pemrotesan ornamen salib pada logo resmi HUT ke-75 RI yang diprakarsai ormas islam.

logo hut ke-75 ri
Bagian Ornamen yang Menuai Pro Kontra/Sumber: setnag.go.id

Salah satunya datang dari politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Guntur Romli, ” Apakah mereka yang protes dan nuduh logo kemerdekaan juga akan protes dan haramkan layang-layang karena dilihat seperti salib? kalau mereka diikuti, masyarakat ini akan ikutan sakit.” tulisnya pada Senin (10/08/20). Dihari yang sama, pengamat politik sekaligus pendiri lembaga survei Charta Politika, Yunarto Wijaya turut mengemukakan pendapatnya yang dibalut sarkasme, “Menurut saya harus diteliti lebih lanjut infiltrasi dari Jepang, ada bendera Jepang yang diselipkan di tengah-tengah salib.” ujarnya. Bagai ombak yang menghantam terus menerus, aksi pemrotesan ini di gempur tiada habisnya.

Tak mau terhempas begitu saja, politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid, membuat tameng pembelaan. Masih dalam cuitan Twitter di hari Senin (10/08/20), ia menampar balik pihak pengkritik dengan imbauan ke istana, agar logo HUT ke-75 RI seharusnya tidak bermuatan hal-hal yang ditolak oleh publik, agar tidak menambah masalah di tengah kondisi darurat kesehatan pandemi Covid-19. Pukulan pembelaan lain datang dari tokoh masyarakat serta ormas islam lainnya, secara tegas mereka menyampaikan, bahwa logo HUT ke-75 RI seharusnya tidak mempertentangkan SARA, dan mengedepankan simbol agama tertentu, karena dapat melukai perayaan kemerdekaan yang seharusnya menjadi momen persatuan. Sindir menyindir yang terus bergulir tanpa ujung tak bisa dihindari.

Di tengah perseteruan sengit pro kontra polemik logo bernuasa salib ini, sekretaris Kementrian Sekretariat Negara hadir mewakili pemerintah, menjawab seribu tanda tanya terkait logo bernuansa salib yang menjadi akar pertentangan. Dilansir dari CNN Indonesia pada Senin (10/08/20), dalam klarifikasiannya Setya Utama menyampaikan bahwa desain logo yang menjadi sumber perseteruan ini sebenarnya sudah sesuai dengan pedoman visual penggunaan logo peringatan HUT ke-75 RI, yang telah diatur dalam surat nomor B- 456 /M. Sesneg/Set/TU.00.04/06/2020, tentang Penyempurnaan Penggunaan Tema dan Logo HUT ke-75 RI.

Berharap menjadi angin sejuk yang memadamkan api perseteruan, keesokan harinya ia menjabarkan filosofi logo tersebut dihadapan pers. Logo bernuansa salib itu adalah supergraphic yang terdiri dari 10 elemen, diambil dari dekonstruksi logo 75 tahun yang dipecah menjadi 10 bagian. “Pecahan ini mereprentasikan komitmen dan nilai luhur pancasila.” ujarnya. Istana negara pun tak kalah gencar memberi klarifikasi, melalui mulut tenaga ahli utama Kantor Staf Kepresidenan, Ali Mochtar Ngabalin, istana menegaskan bahwa ornamen logo tersebut adalah murni kreatifitas anak bangsa dan tuduhan yang dilancarkan kepada pemerintah adalah persepsi yang salah terhadap sebuah karya seni.

Namun tampaknya segala upaya yang telah dikerahkan untuk menetralkan suasana tak membuahkan banyak hasil, persoalan ini terlampau sensitif untuk menjadi sederhana di mata masyarakat. Setumpuk penjelasan dan klarifikasi yang diharapkan mampu meredam segudang persepsi miring terhadap sebuah ‘karya seni’, ternyata tak bekerja semudah membalik telapak tangan. Tetap saja, sebagian besar golongan berpendapat bahwa penarikan dan perevisian logo HUT ke-75 RI adalah jurus terjitu untuk meredakan polemik ini sebelum menjadi kronis dan memantik persoalan baru.

Baca Juga Artikel Lainnya: “Sila Kedua dalam Gerusan Teknologi”

Oleh: Yuqa Nurhamida

Penulis adalah Kru Majalah Manggala Periode 2020/2021

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *