Esai, Opini  

Posisi Mesir dan Kemungkinan Perang Melawan Israel

Posisi Mesir melawan israel
Sc: egyptianstreets.com

Hampir sebulan kebelakang, pada tulisan “Mengenal 4 Perang Antara Israel dan Mesir”, terpampang nyata bahwa Mesir dan Israel hingga pertengahan tahun 70-an kerap kali terlibat dalam konflik senjata yang berkepanjangan. Tak heran, korban jiwa yang berjatuhan pun turut tak terelakkan. Baik itu dari pihak Mesir, Israel, dan tentu dari negara-negara lain yang juga ikut andil dalam konfrontasi tersebut sebagaimana yang sudah dijelaskan.

Lalu bagaimana dengan sekarang, apakah mungkin kedua negara ini kembali terlibat dalam konflik senjata seperti dulu kala? Terlebih, kini Israel masih terus membantai habis-habisan masyarakat Palestina di Jalur Gaza yang dulu sempat dibela oleh Mesir dan beberapa negara Timur Tengah lainnya pada tahun 1946, apakah Mesir akan kembali melakukan pembelaan yang serupa? Atau justru seperti apa?

Maka singkat saja, jawaban dari pertanyaan tersebut adalah TIDAK. Bahkan, bisa dikatakan hampir mustahil Mesir akan memerangi Israel untuk membela Palestina layaknya tahun 1946 silam. Jika dipersentasekan, kemungkinan Mesir memerangi Israel demi menyelamatkan Palestina adalah 0,0001%. Kok bisa? Setidaknya ada beberapa hal yang melandasi jawaban tersebut dan akan saya paparkan pada kesempatan kali ini. 

1. Tersandera oleh Perjanjian Camp David

Sebagaimana yang sudah disinggung di tulisan kemarin, pasca pertempuran Yom Kippur di tahun 1973, Mesir dan Israel melakukan sebuah rekonsiliasi guna mengakhiri perang yang berkepanjangan. Perjanjian Camp David, itulah nama dari sebuah pertemuan yang menjadi titik balik hubungan antar kedua negara yang saling berdekatan tersebut.

Pada perjanjian yang ditandatangani oleh Anwar Sadat (Presiden Mesir), Menachem Begin (Perdana Menteri Israel), dan Jimmy Carter (Presiden Amerika Serikat sebagai mediator) di Camp David, Maryland, Amerika Serikat ini menghasilkan berbagai keputusan strategis yang berdampak besar bagi geopolitik kawasan Timur Tengah kala itu. Setidaknya ada dua dokumen yang menjadi putusan utama, yaitu:

Kerangka untuk Perdamaian di Timur Tengah:

  • Autonomi Palestina: Israel setuju untuk memberikan otonomi kepada Palestina di Tepi Barat dan Gaza. Namun, detail implementasinya tidak ditentukan secara spesifik dalam perjanjian ini.
  • Pengaturan di Sinai: Menyepakati demiliterisasi Sinai dan penempatan pasukan internasional untuk memantau keamanan di daerah tersebut.

Kerangka untuk Perdamaian antara Mesir dan Israel:

  • Penarikan Israel dari Sinai: Israel setuju untuk menarik pasukannya dari seluruh Semenanjung Sinai dalam waktu tiga tahun. Penarikan ini disertai dengan pembongkaran pemukiman Israel di daerah tersebut.
  • Demiliterisasi Sinai: Semenanjung Sinai akan menjadi wilayah demiliterisasi, dengan hanya kehadiran polisi Mesir untuk menjaga ketertiban umum. Kehadiran militer di kawasan ini sangat dibatasi, dan pasukan internasional, yang dikenal sebagai Multinational Force and Observers (MFO), ditempatkan untuk mengawasi kepatuhan terhadap ketentuan ini.
  • Pengakuan dan Hubungan Diplomatik: Mesir mengakui Israel sebagai sebuah negara dan setuju untuk membangun hubungan diplomatik penuh, termasuk membuka kedutaan besar di masing-masing negara.
  • Navigasi Bebas: Terusan Suez dan Selat Tiran terbuka bebas untuk pelayaran internasional, termasuk bagi kapal-kapal Israel.

Singkat kata, dengan adanya perjanjian yang terjadi pada 17 September 1978 ini menjadikan hubungan antara Israel dan Mesir yang awalnya bertengkar terus-menerus bagaikan kucing dan anjing, menjadi damai, aman sentosa, dan tentram tanpa adanya lagi peperangan. Bahkan tidak hanya itu, kedua negara ini pun pada akhirnya saling tolong-menolong dengan membuat berbagai macam kerja sama diplomatik di berbagai bidang.

2. Kerja Sama Israel-Mesir di Bidang Ekonomi

Hal lain yang membuat mustahilnya terjadi peperangan antara Mesir-Israel kini adalah karena keduanya telah terlibat dalam berbagai kerja sama di banyak bidang strategis, terutama pada bidang ekonomi. Sehingga, jika Mesir memutuskan untuk berperang melawan Israel, tentu akan menjadikan banyak keuntungan yang telah mereka dapatkan menjadi hilang begitu saja. 

Ada banyak kerja sama bidang ekonomi yang telah kedua negara ini tandatangani sebagai wujud simbiosis mutualisme. Di antaranya adalah:

Perdagangan Bahan Bakar:

  • Israel mengekspor bahan bakar berupa gas alam ke Mesir sebagai bagian dari kerjasama ekonomi mereka. Pasokan bahan bakar ini bahkan terus meningkat setiap tahunnya. ​Dilansir dari laman oilprice.com, bahwa ekspor bahan bakar yang berupa gas alam tersebut melonjak dari 4,9 miliar meter kubik (BCM) pada tahun 2022 menjadi 6,3 BCM pada tahun 2023. 

Proyek Infrastruktur dan Energi:

  • Mesir dan Israel bekerja sama dalam proyek-proyek infrastruktur, termasuk proyek energi seperti pengembangan pipa gas. Kerjasama ini mencakup pasokan gas alam dari Israel ke Mesir, yang membantu memenuhi kebutuhan energi Mesir dan memperkuat hubungan ekonomi bilateral​.

Zona Perdagangan QIZ (Qualified Industrial Zones):

  • Mesir dan Israel memiliki kesepakatan perdagangan melalui zona industri khusus yang disebut QIZ. Melalui QIZ, barang yang diproduksi di zona ini dengan kontribusi tertentu dari Israel dapat diekspor ke Amerika Serikat tanpa tarif. Kerjasama ini bertujuan untuk meningkatkan ekspor dan menciptakan lapangan kerja di kedua negara​.

3. Kondisi Ekonomi yang Tidak Stabil

Bagi kita yang kini tinggal di Mesir, tentu hal ini sudah sangat bisa dirasakan. Bagaimana tidak, inflasinya saat ini betul-betul tidak karuan dan sangat ekstrim. Saya masih ingat, awal menginjakkan kaki pada awal tahun 2022, harga tukar satu juta rupiah terhadap mata uang pound mesir adalah setara EGP 1080. Namun kini, dua tahun berselang, inflasinya sudah lebih dari 100%, yakni satu juta rupiah kini setara dengan EGP 2900.

Selain inflasi yang gak ngotak, Mesir kini juga dihadapi defisit anggaran yang besar. Dilansir dari portal berita egyptindependent.com, menyebutkan bahwa lebih dari 60% pendapatan pemerintah alias APBN Mesir dialokasikan untuk pembayaran bunga utang. Defisit ini membatasi kemampuan pemerintah untuk merespons guncangan ekonomi lainnya, seperti konflik regional. Kemudian, hutang luar negeri Mesir juga terus meningkat, yang mana tentu ini menambah tekanan pada keuangan negara.

Tidak hanya itu, Terusan Suez yang menjadi salah satu pemasukan utama negara pun mengalami penurunan omset yang drastis, bahkan bisa dikatakan turun lebih dari setengahnya. Melansir dari businesstodayegypt.com, Pendapatan Terusan Suez mengalami penurunan sebesar 64,3% pada Mei 2024, menjadi sekitar $337,8 juta, dibandingkan dengan $648 juta pada bulan yang sama di tahun 2023.

4. Tersandera oleh Bantuan Ekonomi dari Amerika dan Negara Barat Lainnya

Dikarenakan Mesir mengalami krisis ekonomi yang cukup parah sebagaimana yang sudah disebutkan pada bagian sebelumnya, maka tentu negara yang kini dipimpin oleh Jenderal Sisi ini meminta uluran tangan dari negara-negara yang lebih maju. Di antaranya adalah kepada Amerika dan negara-negara barat. Akhirnya uluran pun diberikan, tepatnya oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa

Pada tahun 2021 saja, Uwak Sam melalui melalui Badan Pembangunan Internasional AS (USAID dan Kementerian Kerjasama Internasional mengumumkan tujuh amandemen perjanjian bantuan bilateral pada tanggal 1 November senilai $125 juta. Investasi ini menunjukkan dukungan berkelanjutan dari Amerika terhadap Mesir dalam berbagai bidang, termasuk pendidikan, kesehatan, perdagangan dan investasi, tata kelola, agribisnis, penelitian ilmiah, dan pemberdayaan perempuan.

Dilansir dari laman resmi kedutaan Amerika Serikat untuk Mesir, menyebutkan bahwa Bantuan ekonomi senilai $125 juta ini merupakan tambahan dari $30 miliar yang telah diinvestasikan oleh rakyat Amerika di Mesir melalui USAID sejak tahun 1978.

Adapun Uni Eropa—sebagaimana yang disebutkan dalam situs euronews.com—pada awal tahun 2024 ini telah mengumumkan untuk memberikan paket bantuan sebesar €7,4 miliar untuk Mesir yang sedang kekurangan uang di tengah kekhawatiran tekanan ekonomi dan konflik serta kekacauan di negara-negara tetangganya. 

Dengan masih ketergantungannya Mesir terhadap uluran tangan Uwak Sam dan Uni Eropa, tentu menjadikan Mesir tidak dapat berbuat seenaknya dalam bersikap atas konflik Israel dan Mesir. Alias, di sini Mesir menghadapi tekanan Internasional. Sebab, jika gegabah atau bahkan sampai memerangi Israel, dapat menyebabkan mereka tidak lagi mendapatkan dana dari negara-negara barat yang notabene menyokong Israel.

5. Ketidakstabilan Politik 

Hal lain yang menjadi salah satu alasan mengapa Mesir tidak mungkin menyerang Israel adalah karena situasi politik dalam negeri yang hingga kini masih belum kondusif sejak kudeta militer tahun 2013 silam. Bagi yang gemar berselancar di akun-akun media sosial masyarakat Mesir, tentu kita dapat melihat bahwa opini umum yang tersebar di antara mereka saat ini adalah sangat tidak respek kepada penguasanya. Bahkan, selalu ada saja jokes-jokes baru yang itu ditujukan untuk menyindir setiap putusan dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintahan.

Ketidakstabilan ini diperparah dengan peran militer Mesir yang terlalu dominan dalam politik negara ini. Sejak kudeta 2013, militer tidak hanya mengontrol aspek keamanan tetapi juga berbagai sektor strategis lainnya. Ini tentu menciptakan ketidakseimbangan kekuasaan dan semakin meningkatkan ketidakpuasan di kalangan rakyat yang menginginkan pemerintahan sipil dan reformasi yang lebih demokratis​.

Dengan situasi dan kondisi dalam negeri yang demikian, tentu rasa-rasanya sangat mustahil bagi Mesir untuk memerangi Israel. Sebab ketika Mesir sedang berfokus memerangi Israel, bisa saja pihak-pihak yang tidak senang kepada pemerintah memanfaatkan situasi untuk menggulingkan pemerintahan.

Posisi Mesir Saat Ini? 

Pertanyaannya sekarang adalah, jika Mesir saat ini tidak mungkin lagi memerangi Israel dalam rangka membela Palestina sebagaimana layaknya tahun 1946, seperti apa posisi mereka sekarang? Dan hal apa yang telah mereka lakukan guna meredakan atau setidaknya membantu saudara muslim mereka di Palestina?

1. Mengecam dan Mengutuk Keras Perbuatan Israel

Tidak jauh berbeda dengan banyak negara berpenduduk mayoritas muslim lainnya, hal pertama yang dilakukan oleh Mesir adalah dengan mengecam serta mengutuk keras atas segala kekerasan dan kekejian yang telah dilakukan oleh para tentara laknat tersebut.

Dalam hal ini, dibuktikan melalui beberapa pernyataan resmi dan langkah diplomatik. Menteri Luar Negeri Mesir, Sameh Shoukry, dilansir dari dailynewsegypt.com menyerukan untuk adanya tindakan segera dan terkoordinasi dari negara-negara Arab dan Eropa untuk menghentikan perang di Gaza serta menuntut pertanggungjawaban hukum dari Israel atas situasi kemanusiaan yang semakin memburuk di wilayah tersebut​.

Selain itu, Shoukry menekankan kebutuhan mendesak untuk menjunjung tinggi nilai-nilai dan hak asasi manusia, melindungi rakyat Palestina, dan menghentikan pertumpahan darah, hal ini sebagaimana yang ia utarakan dalam forum gabungan Dewan Urusan Luar Negeri Uni Eropa dan para menteri luar negeri Arab di Brussels pada tanggal 27 Mei 2024 silam.

2. Mediator Gencatan Senjata

Sejak pecahnya pembantaian di Gaza sejak tanggal 7 Oktober silam, Mesir telah mendorong perpanjangan gencatan senjata di Gaza. Selain itu, pemerintahan Sisi juga mempertahankan akses terhadap bantuan kemanusiaan untuk meringankan penderitaan 2,4 juta warga sipil yang menghadapi kelaparan akibat serangan Israel yang mematikan. 

Melansir dari situs Al-Ahram, pada Jumat 17 Mei 2024, Presiden Abdul Fatah As-Sisi dalam pidatonya di KTT Liga Arab ke-33 di Bahrain menyerukan komunitas internasional dan semua pihak yang dapat bertindak untuk bekerja sama menyelamatkan masa depan Palestina sebelum terlambat.

Dia mencatat bahwa Mesir telah terlibat dalam perundingan gencatan senjata untuk menyelamatkan wilayah tersebut (Gaza) agar tidak terjerumus ke jurang yang lebih dalam. Selain itu, presiden berlatar belakang Militer ini juga menambahkan bahwa ia tidak menemukan upaya politik internasional yang tulus untuk mengakhiri pendudukan dan mengatasi akar penyebab konflik melalui solusi dua negara. Sehingga ia pun bersikeras agar segera adanya gencatan senjata antar kedua belah pihak.

3. Mengkoordinir Bantuan Kemanusiaan untuk Palestina

Sebagai satu-satunya negara yang akses jalur daratnya langsung terhubung menuju wilayah Palestina, Mesir tentu kini mengambil posisi sebagai pengontrol serta yang mengkoordinir setiap bantuan yang masuk jalur Gaza lewat perbatasan Rafah.

Dalam rilis resmi kepresidenan yang dikeluarkan pada Jumat, 9 Februari 2024, Mesir berkomitmen teguh untuk memberikan bantuan kemanusiaan terhadap masyarakat Gaza. Hal ini dibuktikan sejak krisis dimulai, penyeberangan Rafah di sisi Mesir tetap dibuka tanpa batasan. Rilis tersebut juga menggarisbawahi tentang bagaimana peran kepemimpinan Mesir dalam memobilisasi dan menyalurkan bantuan, didorong oleh rasa tanggung jawab kemanusiaan yang mendalam terhadap rakyat Palestina.

Misalnya saja, dikutip dari dailynewsegypt.com, disebutkan bahwa Mesir juga telah memobilisasi sumber daya yang signifikan, termasuk pasokan bantuan kemanusiaan dalam jumlah besar dari dalam negeri dan dari negara lain yang tiba melalui Bandara El Arish. 

4. Aktif dalam Forum Regional dan Internasional untuk Membela Palestina

Kemudian, Mesir pun bisa dikatakan menjadi salah satu Negara yang cukup aktif bersuara dalam membela dan memperjuangkan hak-hak Palestina. Baik itu dalam forum regional maupun Internasional. Misalnya saja, pada 21 Oktober 2023, dua minggu pasca tragedi mengerikan ini dimulai, Mesir menjadi tuan rumah pertemuan regional para pemimpin negara Arab.

Di pertemuan tersebut, Mesir dengan lugas dan jelas menyatakan posisinya dalam mensupport Palestina sekaligus mengharapkan kepada seluruh peserta pertemuan agar senantiasa terus menggelorakan seruan perdamaian dan melanjutkan upaya penyelesaian kemerdekaan Palestina yang telah berlarut-larut hingga puluhan tahun.

Pada forum yang lebih tinggi lagi, di sidang umum PBB yang digelar pada 23 Januari 2024 misalnya, perwakilan Mesir mengatakan bahwa perang di Gaza telah mengakibatkan kekejaman yang tidak pernah disaksikan oleh umat manusia selama berabad-abad. Karena itu, Mesir sebagai negara tetangga Palestina menyerukan solusi dua negara sebagai satu-satunya jalan untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina.

Yah, itulah mungkin beberapa peran dan usaha yang baru bisa dilakukan Mesir saat ini dalam membantu masyarakat yang kini sedang tersiksa, terpenjara, kelaparan, dan nelangsa di Palestina sana. Mungkin terkesan biasa saja dan tidak begitu istimewa. Hal ini karena negara-negara lain pun mayoritas melakukan hal serupa dengan apa yang dilakukan Mesir. 

Sebagai negara terdekat dari Palestina, Mesir sebagaimana anggapan sebagian masyarakat kita saat ini, seharusnya bisa ambil bagian lebih dalam membela Palestina dengan mengirimkan militernya untuk menolong saudara-saudara muslim di sana atau sekedar mempersilahkan masyarakat Palestina yang ada di Jalur Gaza masuk ke wilayahnya. Namun ya, jika melihat situasi dan kondisi Mesir saat ini, tampaknya hal tersebut sangat mustahil untuk diwujudkan. Lalu pertanyaan berikutnya, sebenarnya apa sih solusi yang dapat diaplikasikan guna mengakhiri kekejian yang kini terus dilakukan Israel di sana?

Oleh: Rifqi Taqiyuddin

Pimpinan Redaksi Website Manggala 2023-2024

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *