Oleh: Muhammad Abdur Rohman
Penulis adalah Pimpinan Usaha Manggala 2023/2024
Akhir-akhir ini, di berbagai platform media sosial marak sekali seruan maupun gagasan soal pluralisme agama. Berbicara soal pluralisme, memang tidak akan ada habisnya. Banyak tokoh dari lintas elemen masing-masing menyuarakan pendapatnya. Dengan ragam suara tersebut, tak heran jika pro-kontra sangat mewarnai dinamika perkembangan gagasan yang satu ini.
Diantara gagasan berlandaskan pluralisme yang sempat ramai di media sosial adalah potongan video ceramah Buya Syakur yang menjelaskan mengenai ayat 62 dari surat Al-Baqarah. Beliau kala itu memaparkan bahwa bisa saja orang selain islam masuk surga dan mengabaikan ayat-ayat lainnya yang bertentangan dengan pemikiran ini.
Selain pendapat Buya Syakur dalam ceramahnya tersebut, sebenarnya masih banyak lagi konten-konten soal pluralisme yang bertebaran luas di media sosial. Dimana pada akhirnya menimbulkan kegaduhan yang cukup panas di dunia maya.
Dari banyaknya konflik yang terjadi, disini penulis tidak akan fokus membahas satu persatu polemik pluralisme yang banyak terjadi di media sosial. Namun disini penulis akan sedikit mencoba mengulik gagasan pluralisme dari segi apakah pluralisme bertentangan dengan pemikiran Islam atau tidak? atau bahkan dapat diterima?
Definisi Pluralisme
Jika melihat di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pluralisme merupakan keadaan masyarakat yang majemuk. Di Indonesia sendiri, kata ini mulai masyhur digunakan oleh berbagai kalangan akhir-akhir ini yang berniat untuk bersama-sama mewujudkan keadaan sosial yang tentram dan damai. Meskipun memang, sebenarnya paham ini sudah ada sejak sekitar abad 18 di Eropa sana.
Kemudian, Menurut Prof. Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi pluralisme memiliki 2 makna:
- Pengakuan terhadap keberagaman kualitas atau toleransi terhadap keragaman.
- Doktrin yang mencakup:
- Pengakuan terhadap prinsip keberagaman sebagai yang tertinggi.
- Pernyataan bahwa tidak ada satu jalan tunggal untuk menyatakan kebenaran atau satu-satunya kebenaran tentang suatu masalah.
- Ancaman bahwa tidak ada pendapat yang benar atau bahwa semua pendapat sama benarnya.
- Teori yang sejalan dengan relativisme dan sikap skeptis terhadap kebenaran.
- Pandangan bahwa tidak ada pendapat yang benar atau bahwa semua pendapat memiliki kebenaran yang sama.
Sebenarnya masih banyak lagi definisi yang diutarakan para tokoh mengenai pemikiran yang satu ini, namun memang nanti pada intinya seluruh definisi yang ada menjelaskan bahwa pluralisme itu sendiri adalah ide yang menyebut bahwa semua pendapat memiliki kebenaran yang sama, yang mana dalam hal ini konteksnya lebih sering digunakan dalam perkara agama. Alias, semua agama adalah sama.
Asal Mula Munculnya Pluralisme
Di Indonesia sendiri, gagasan mengenai pluralisme muncul disebabkan keberagaman agama di negeri ini seringkali memicu api perselisihan diantara umat beragama, seperti saling mencaci dan menghina, dan yang semisalnya. Akhirnya muncul gagasan yang mempromosikan pemahaman pluralisme dalam beragama.
Adapun secara umum, pluralisme merupakan buah dari para teolog serta filsuf barat modern yang menyokong pemikiran relativisme seperti Nietzsche, hal ini dapat dibilang sebagai pengaruh dari globalisasi dalam bidang agama & pemikiran yang masih perlu dikaji ulang penggunaannya dalam kehidupan umat Islam di Indonesia.
Bagaimana Menyikapi Pemahaman Pluralisme?
Secara umum, islam sendiri mengajarkan umatnya untuk tetap berbuat baik pada sesama terlepas dari apapun agamanya. Karena memang pada dasarnya keragaman yang ada pada manusia adalah sunnatullah yang tidak bisa dihindari.
لَّا يَنْهَىٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ لَمْ يُقَـٰتِلُوكُمْ فِى ٱلدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَـٰرِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوٓا۟ إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُقْسِطِينَ
Artinya: Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. (TQS Al Mumtahanah:8)
Umat islam sendiri tentunya memiliki teladan yang sempurna dalam sisi kemanusiaan, yaitu tentu saja baginda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau merupakan sosok teladan kaum muslimin dalam beragama, bersosial, maupun dalam kehidupan secara umum.
Dalam sejarah, Rasulullah sendiri pernah mengalami peristiwa yang menggambarkan bagaimana cara beliau bersikap menghadapi para musyrikin Mekkah. Kala itu, beliau diminta untuk menerima keberadaan sembahan musyrikin Mekkah selama setahun kemudian mereka akan ikut menyembah Allah juga selama satu tahun. Namun, Allah SWT langsung menolak dengan turunnya surat Al-Kafirun yang memperjelas posisi Rasulullah dalam mengakui keberadaan tuhan selain Allah. Hal ini juga dipertegas dengan firman Allah:
إِنَّ ٱلدِّينَ عِندَ ٱللَّهِ ٱلْإِسْلَـٰمُ ۗ وَمَا ٱخْتَلَفَ ٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْكِتَـٰبَ إِلَّا مِنۢ بَعْدِ مَا جَآءَهُمُ ٱلْعِلْمُ بَغْيًۢا بَيْنَهُمْ ۗ وَمَن يَكْفُرْ بِـَٔايَـٰتِ ٱللَّهِ فَإِنَّ ٱللَّهَ سَرِيعُ ٱلْحِسَابِ
Artinya: Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya. (TQS Ali-Imran:19)
Senada dengan ayat diatas, MUI selaku induk organisasi ulama di Indonesia juga sudah pernah berpendapat mengenai pluralisme. Tepatnya hal ini tercantum dalam fatwa nomor: 7/MUNASVII/MUI/11/2005 yang ditandatangani langsung oleh K.H. Ma’ruf Amin. Fatwa tersebut berisi penjelasan seputar kesesatan dalam pemikiran pluralisme, liberalisme dan sekularisme dalam beragama.
Dimanakah Letak Kesesatan Pluralisme?
Pluralisme berakhir pada konsekuensi bahwa semua agama itu sama yang mana hal ini sangat bertentangan dengan banyak ayat Al-Qur’an antara lain:
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ ٱلْإِسْلَـٰمِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِى ٱلْـَٔاخِرَةِ مِنَ ٱلْخَـٰسِرِين
Artinya: Dan barangsiapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi. (QS: Ali-‘Imran:85)
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥٓ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ ٱلْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَن يَعْصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَـٰلًا مُّبِينًا
Artinya: Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata. (TQS Al-Ahzab:36)
Tak hanya dua ayat di atas, masih banyak lagi ayat serta hadits yang bertentangan dengan konsep pluralisme. Kemudian, apabila kita tarik garis lurus mengenai pemikiran pluralisme, pemikiran ini senada dengan para kaum sofis, yaitu kaum sesat muncul pada zaman filsuf romawi yang membingungkan para pelajar dengan kelihaian mereka dalam berpidato.
Yang mana, di antara gagasan yang mereka tawarkan adalah relativitas kebenaran atau bahkan ketidakadaan kebenaran absolut. Tentu saja, hal ini jelas bertentangan dengan keyakinan umat islam yang mengimani bahwa islam merupakan agama yang benar dan bahwa kebenaran yang datang dari Allah merupakan kebenaran yang absolut
Apabila Islam Menolak Pluralisme, Apakah Dapat Dikatakan Sebagai Agama Perdamaian?
Perlu di garis bawahi, Islam menolak pluralisme bukan berarti Islam merupakan agama yang semena-mena terhadap agama lain. Rasulullah selalu mencontohkan bagaimana kehidupan sosial yang baik antar umat beragama. Hal ini dicontohkan dalam salah satu kisahnya dimana Rasulullah menjenguk anak seorang yahudi yang sedang sakit guna menyelamatkannya diakhirat kelak.
Dari kisah singkat di atas, sudah sangat jelas bahwasanya islam melalui apa yang dicontohkan Rasulullah menganjurkan umatnya untuk membantu sesama tanpa pandang agama. Hanya saja, itu sekedar membantu dan saling tolong menolong dalam kehidupan bersosial, bukan justru malah ikut campur dalam urusan agama mereka atau bahkan meyakini kebenaran agama mereka. Sebab sudah jelas sebagaimana ayat yang sudah penulis singgung, bahwa agama yang benar di sisi Allah hanyalah islam.
Oleh karenanya, pluralisme merupakan gagasan yang mungkin enak didengar lewat telinga, tetapi salah dalam pemikiran dan cacat secara konsep beragama. Sesuatu yang enak didengar namun penuh dengan kecacatan tidak seharusnya digagaskan sebagai prinsip beragama.
Editor: Muhammad Rifqi Taqiyuddin